Jakarta, Sumateranewstv. Com – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) kembali menegaskan komitmennya dalam menegakkan hukum dan kode etik profesi secara tegas dan transparan. Hal tersebut ditunjukkan melalui hasil Sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) terhadap enam anggota Yanma Polri yang terlibat dalam peristiwa pengroyokan terhadap debt collector atau mata elang (matel) di depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.
Sidang KKEP yang digelar pada Rabu, 17 Desember 2025, sejak pukul 08.00 WIB hingga 17.45 WIB, bertempat di Gedung Presisi III Mabes Polri, telah menghasilkan keputusan penting berupa sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap dua anggota Polri yang dinilai memiliki peran dominan dalam peristiwa tersebut.
Penyampaian Resmi Divisi Humas Polri
Keterangan resmi terkait hasil sidang disampaikan langsung oleh Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Biro Penerangan Masyarakat (Ro Penmas) Divisi Humas Polri, Kombes Pol Erdi A. Chaniago, S.I.K., S.H., M.Si., didampingi Kepala Bagian Penegakan Etika (Kabaggaketika) Rowabprof Divpropam Polri, Kombes Pol Hardiono, S.I.K., M.H.
Penyampaian tersebut dilakukan dalam kegiatan doorstop yang berlangsung di Lobi Gedung Divhumas Polri, Rabu malam (17/12/2025).
“Sidang KKEP hari ini telah memeriksa dan memutus perkara etik terhadap enam terduga pelanggar dari Yanma Polri yang terlibat dalam peristiwa pengeroyokan di depan TMP Kalibata,” ujar Kombes Pol Erdi di hadapan awak media.
Sidang KKEP Digelar Paralel dan Transparan
Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri dilaksanakan secara paralel di tiga ruang sidang Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri. Pelaksanaan sidang ini mencerminkan keseriusan Polri dalam menangani perkara etik secara profesional, objektif, dan transparan.
Susunan Komisi KKEP dipimpin langsung oleh Kepala Biro Pertanggungjawaban Profesi (Karowabprof) Divpropam Polri, Brigjen Pol Agus Wijayanto, S.H., S.I.K., M.H., bersama jajaran perwira Divpropam Polri lainnya yang berkompeten di bidang penegakan disiplin dan etika profesi.
Sidang berlangsung maraton dengan agenda pemeriksaan saksi, pemeriksaan terduga pelanggar, pemaparan fakta persidangan, hingga pembacaan putusan oleh Komisi.
Kronologi Peristiwa Pengroyokan
Dalam fakta persidangan terungkap bahwa peristiwa pengroyokan terjadi pada Kamis, 11 Desember 2025, di depan kawasan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.
Peristiwa bermula ketika salah satu kendaraan yang dikendarai Bripda AMZ diberhentikan oleh sekelompok debt collector atau mata elang. Kejadian tersebut kemudian memicu emosi dan berujung pada tindakan kekerasan yang melibatkan sejumlah anggota Polri.
Dalam situasi tersebut, Bripda AMZ menghubungi Brigadir IAM melalui grup WhatsApp, yang kemudian mengajak anggota Yanma Polri lainnya untuk mendatangi lokasi kejadian.
Tindakan Kekerasan Berujung Fatal
Setibanya di lokasi, para terduga pelanggar secara bersama-sama melakukan tindakan kekerasan terhadap dua orang matel. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan keterangan saksi, kekerasan tersebut dilakukan secara berulang dan tidak proporsional.
Akibat pengeroyokan tersebut, kedua korban mengalami luka berat. Salah satu korban dinyatakan meninggal dunia, sementara korban lainnya mengalami luka serius dan harus mendapatkan perawatan intensif.
“Perbuatan para terduga pelanggar dinilai bertentangan dengan etika profesi Polri, khususnya terkait larangan melakukan tindakan kekerasan serta kewajiban menaati norma hukum,” jelas Kombes Pol Hardiono.
Putusan Sidang KKEP: PTDH Dua Anggota
Berdasarkan hasil pemeriksaan menyeluruh, Sidang KKEP menjatuhkan sanksi paling berat kepada dua anggota Polri, yakni Brigadir IAM dan Bripda AMZ.
Keduanya dinilai memiliki peran dominan dan signifikan dalam terjadinya peristiwa pengroyokan yang berujung pada hilangnya nyawa seseorang.
“Terhadap Brigadir IAM dan Bripda AMZ, Sidang KKEP menjatuhkan sanksi etika berupa perbuatan tercela serta sanksi administratif berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebagai anggota Polri,” tegas Kombes Pol Erdi.
Putusan PTDH tersebut mencerminkan ketegasan Polri dalam menindak anggota yang terbukti melakukan pelanggaran berat dan mencederai nilai-nilai dasar institusi.
Sanksi terhadap Empat Anggota Lainnya
Sementara itu, empat anggota Polri lainnya yang turut terlibat dalam peristiwa tersebut, yakni Bripda BN, Bripda JLA, Bripda RGW, dan Bripda MIAB, dinilai memiliki peran yang berbeda.
Dalam pertimbangan Majelis KKEP, keempat anggota tersebut dinilai ikut serta dalam pengeroyokan, namun tidak memiliki peran dominan dan hanya mengikuti ajakan dari seniornya.
Terhadap keempat anggota tersebut, Sidang KKEP menjatuhkan sanksi etika berupa pernyataan perbuatan tercela serta kewajiban untuk meminta maaf secara lisan di hadapan Sidang KKEP dan secara tertulis kepada pimpinan Polri.
Selain itu, mereka juga dikenakan sanksi administratif berupa mutasi bersifat demosi selama lima tahun sebagai bentuk pembinaan dan hukuman karier.
Hak Banding Tetap Diberikan
Kombes Pol Erdi menegaskan bahwa Polri tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan dan hak asasi bagi setiap anggota. Oleh karena itu, terhadap seluruh putusan yang dibacakan, para pelanggar diberikan hak untuk mengajukan banding sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Atas seluruh putusan yang dibacakan, para pelanggar menyatakan banding sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ungkapnya.
Proses banding akan menjadi bagian dari mekanisme internal Polri dalam memastikan bahwa setiap keputusan etik telah melalui prosedur yang adil dan objektif.
Komitmen Polri Menjaga Marwah Institusi
Melalui penegakan kode etik ini, Polri kembali menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi pelanggaran, terlebih yang melibatkan tindakan kekerasan dan pelanggaran hukum.
“Polri tidak mentolerir pelanggaran, siapa pun pelakunya. Setiap anggota wajib mematuhi hukum, etika, dan aturan yang berlaku,” tegas Kombes Pol Erdi.
Ia menambahkan bahwa penegakan kode etik profesi merupakan bentuk komitmen nyata Polri dalam menjaga marwah institusi dan memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
Penegakan Etik sebagai Bagian Reformasi Polri
Penanganan kasus ini juga menjadi bagian dari upaya berkelanjutan Polri dalam menjalankan agenda reformasi institusi. Penegakan kode etik secara konsisten diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme dan integritas anggota Polri.
Polri menyadari bahwa kepercayaan publik merupakan modal utama dalam menjalankan tugas sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Oleh karena itu, setiap pelanggaran yang mencederai kepercayaan tersebut harus ditindak secara tegas dan transparan.
Penutup
Putusan Sidang KKEP terhadap enam anggota Yanma Polri dalam kasus pengroyokan matel di TMP Kalibata menjadi bukti nyata keseriusan Polri dalam menegakkan hukum dan etika profesi.
Dengan menjatuhkan sanksi PTDH kepada dua anggota serta sanksi tegas kepada empat anggota lainnya, Polri berharap dapat memberikan efek jera sekaligus menjadi pembelajaran bagi seluruh personel agar senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme, kemanusiaan, dan supremasi hukum.
(Bidhumas Polri)
Editor Redaksi Sumateranewstv. Com
