Konflik Agraria di Anak Tuha Jadi Perhatian Serius, Kepolisian Kedepankan Pendekatan Persuasif dan Penegakan Hukum Berkeadilan
Bandar Lampung – Sumateranewstv. Com. Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Lampung Irjen Pol. Helfi Assegaf mengimbau masyarakat dari tiga kampung di Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah, yang hingga kini masih menduduki dan menguasai lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Bumi Sentosa Abadi (BSA), agar bersikap kooperatif serta menghormati proses hukum yang berlaku.
Imbauan tersebut disampaikan Kapolda Lampung menyikapi konflik agraria yang telah berlangsung cukup lama di wilayah tersebut, yang melibatkan klaim kepemilikan lahan antara masyarakat Kampung Negara Aji Tua, Negara Aji Baru, dan Bumi Aji dengan pihak perusahaan perkebunan PT Bumi Sentosa Abadi.
Menurut Irjen Pol. Helfi Assegaf, berdasarkan dokumen resmi dan putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), lahan yang saat ini dipermasalahkan secara yuridis berada di bawah penguasaan HGU PT BSA.
Legalitas HGU PT BSA Telah Berkekuatan Hukum Tetap
Kapolda Lampung menegaskan bahwa status lahan yang diklaim sebagai tanah adat oleh sebagian masyarakat tersebut telah melalui proses hukum yang panjang dan diputuskan secara sah oleh lembaga peradilan.
“Berdasarkan dokumen resmi yang dimiliki pemerintah, lahan tersebut merupakan HGU PT Bumi Sentosa Abadi. Legalitasnya telah diperkuat dengan sertifikat HGU yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta putusan pengadilan yang telah inkracht,” ujar Helfi kepada awak media, Rabu (17/12/2025).
Ia menambahkan, sertifikat HGU yang diterbitkan oleh BPN merupakan produk hukum negara yang memiliki kekuatan pembuktian kuat. Selama masa berlaku HGU, negara memberikan hak kepada badan hukum untuk mengusahakan lahan tersebut dengan kepastian hukum yang dilindungi undang-undang.
Landasan Hukum Hak Guna Usaha
Kapolda Lampung menjelaskan bahwa pengaturan mengenai Hak Guna Usaha telah diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2001 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah.
Dalam regulasi tersebut ditegaskan bahwa HGU merupakan hak yang diberikan oleh negara kepada badan hukum untuk mengusahakan tanah dalam jangka waktu tertentu, dengan tujuan mendukung kegiatan ekonomi, khususnya sektor pertanian dan perkebunan.
“Selama HGU tersebut masih berlaku dan tidak dicabut sesuai mekanisme hukum, maka hak penguasaannya sah dan wajib dihormati oleh semua pihak,” tegas Helfi.
Konflik Agraria yang Berlangsung Menahun
Konflik lahan di Kecamatan Anak Tuha bukanlah persoalan baru. Sengketa antara masyarakat dan PT BSA telah berlangsung selama bertahun-tahun dan menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta instansi terkait.
Masyarakat dari tiga kampung mengklaim bahwa lahan tersebut merupakan tanah adat yang telah mereka kelola secara turun-temurun. Namun klaim tersebut berhadapan dengan dokumen legal formal yang dimiliki perusahaan.
Perbedaan sudut pandang inilah yang hingga kini menyebabkan konflik belum menemukan titik temu, meskipun berbagai upaya mediasi dan dialog telah dilakukan.
Upaya Fasilitasi dan Mediasi oleh Pemerintah dan Kepolisian
Kapolda Lampung menegaskan bahwa kepolisian bersama pemerintah daerah tidak tinggal diam dalam menyikapi konflik agraria di Anak Tuha.
Berbagai upaya penyelesaian telah dilakukan melalui pendekatan dialog, musyawarah, serta mediasi yang melibatkan semua pihak terkait, mulai dari perwakilan masyarakat, pemerintah daerah, hingga manajemen PT Bumi Sentosa Abadi.
“Kami bersama pemerintah daerah telah berulang kali mengundang semua pihak untuk duduk bersama mencari solusi terbaik. Prinsipnya adalah menciptakan keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat,” jelas Helfi.
Tawaran Kebun Plasma 20 Persen
Salah satu langkah konkret yang difasilitasi oleh pemerintah dan aparat kepolisian adalah mendorong PT BSA untuk menyediakan kebun plasma sebesar 20 persen bagi masyarakat sekitar.
Skema kebun plasma ini bertujuan untuk memberikan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat sekitar wilayah perkebunan, sekaligus menjadi solusi sosial-ekonomi atas konflik lahan yang terjadi.
Kapolda Lampung menyampaikan bahwa kebijakan kebun plasma tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 18 Tahun 2021 tentang fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar.
Dalam peraturan tersebut, perusahaan perkebunan diwajibkan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat paling sedikit 20 persen dari total luas izin usaha perkebunan yang dimiliki.
Penolakan Sebagian Warga terhadap Skema Plasma
Namun demikian, Helfi mengungkapkan bahwa dalam perkembangannya, sebagian warga menolak skema kebun plasma tersebut.
“Perusahaan sudah diminta memfasilitasi kebun plasma 20 persen sesuai ketentuan. Namun sebagian warga menolak skema itu dan menginginkan penguasaan penuh atas lahan,” ungkapnya.
Penolakan terhadap skema plasma inilah yang dinilai menjadi salah satu faktor utama mengapa konflik agraria di Anak Tuha belum dapat diselesaikan hingga saat ini.
Kepolisian Tegaskan Sikap Netral
Dalam menangani konflik lahan ini, Kapolda Lampung menegaskan bahwa institusi kepolisian bersikap netral dan tidak memihak kepada salah satu pihak.
“Kami tidak berpihak. Polisi hanya menjalankan tugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta memastikan seluruh pihak menaati hukum yang berlaku,” tegas Irjen Pol. Helfi Assegaf.
Ia juga menegaskan bahwa kepolisian menghormati aspirasi masyarakat, namun aspirasi tersebut harus disampaikan dan diperjuangkan melalui mekanisme hukum yang sah.
Pendekatan Preventif dan Persuasif
Kapolda Lampung menekankan bahwa penanganan konflik agraria di Kecamatan Anak Tuha selama ini mengedepankan pendekatan preventif dan persuasif.
Aparat kepolisian berupaya mencegah terjadinya benturan fisik, aksi anarkis, maupun tindakan yang dapat merugikan masyarakat dan pihak perusahaan.
“Kami mengedepankan langkah-langkah persuasif, dialog, dan pencegahan konflik. Tujuan utamanya adalah menjaga situasi kamtibmas tetap kondusif,” ujarnya.
Penegakan Hukum sebagai Langkah Terakhir
Meskipun mengedepankan pendekatan humanis, Kapolda Lampung mengingatkan bahwa penegakan hukum tetap dapat dilakukan apabila situasi tidak kondusif dan terjadi pelanggaran hukum.
“Jika upaya persuasif tidak diindahkan dan berpotensi menimbulkan gangguan keamanan atau pelanggaran hukum, tentu ada langkah-langkah penegakan hukum yang akan kami ambil,” tegasnya.
Penegakan hukum, lanjut Helfi, dilakukan semata-mata untuk menjaga ketertiban umum dan melindungi kepentingan seluruh pihak.
Imbauan Menjaga Kondusivitas Wilayah
Kapolda Lampung kembali mengimbau masyarakat yang masih menduduki lahan HGU PT BSA agar menahan diri dan bersikap kooperatif.
Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga situasi keamanan dan ketertiban di wilayah Kecamatan Anak Tuha agar tetap aman dan damai.
“Kami berharap masyarakat dapat bekerja sama, menjaga kondusivitas, dan mengikuti proses hukum yang sedang berjalan,” tandas Helfi.
Harapan Penyelesaian yang Berkeadilan
Di akhir keterangannya, Kapolda Lampung menyampaikan harapan agar konflik agraria di Anak Tuha dapat diselesaikan secara adil, bermartabat, dan berkelanjutan.
Penyelesaian konflik, menurutnya, tidak hanya harus memperhatikan aspek hukum, tetapi juga dampak sosial dan kesejahteraan masyarakat.
Dengan sinergi antara masyarakat, pemerintah daerah, perusahaan, dan aparat penegak hukum, Kapolda optimistis solusi terbaik dapat ditemukan demi kepentingan bersama.
(Bidhumas Polda Lampung / Sumateranewstv. Com)
