Jenius dari Timur Indonesia: Kisah Nono, Bocah Petani NTT Juara Dunia Matematika

Prestasi Anak Desa dari Kupang Menggema hingga Dunia, Namun Masih Sunyi di Negeri Sendiri

KUPANG, Sumateranewstv. Com – Ada kisah luar biasa yang seharusnya menggema di seluruh penjuru negeri, namun justru nyaris luput dari perhatian publik. Di tengah keterbatasan fasilitas, jauhnya akses pendidikan, dan kehidupan desa yang sederhana, seorang bocah kecil dari pelosok Nusa Tenggara Timur menorehkan prestasi yang membanggakan Indonesia di mata dunia.

Namanya Caesar Archangels Hendrik Meo Tnunay, akrab disapa Nono. Ia adalah murid kelas 2 Sekolah Dasar Inpres Buraen 2, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Di usia yang masih sangat belia, Nono berhasil menciptakan kehebohan di tingkat internasional setelah meraih gelar juara dalam International Abacus World Competition, kompetisi matematika tingkat dunia yang diikuti lebih dari 7.000 peserta dari berbagai negara.

Kemampuan berhitungnya yang luar biasa bukan hanya menempatkan namanya di jajaran anak-anak jenius dunia, tetapi juga mengangkat martabat daerah asalnya—NTT—serta mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.

Anak Petani dari Desa Retraen

Nono lahir dan tumbuh dalam keluarga petani sederhana. Ia merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, tinggal di Desa Retraen, Kecamatan Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang. Daerah ini dikenal sebagai wilayah pedesaan yang jauh dari hiruk-pikuk kota, dengan infrastruktur yang masih terbatas dan akses pendidikan yang tidak selalu mudah.

Namun keterbatasan tersebut sama sekali tidak memadamkan semangat belajar Nono. Justru dari tanah kering dan kehidupan yang bersahaja itulah lahir seorang anak dengan ketekunan luar biasa.

Setiap pagi, sebelum matahari sepenuhnya terbit, Nono bersiap menuju sekolah. Jarak antara rumahnya dan sekolah sekitar empat kilometer. Jalan itu ia tempuh dengan berjalan kaki.

Di sampingnya, sang ayah, Rafli Meo Tnunay, setia mengantarkan. Setelah memastikan anak bungsunya tiba di sekolah dengan selamat, Rafli kembali menyusuri jalan yang sama menuju ladang tempat ia bekerja sebagai petani.

Ayah, Guru Pertama dan Motivator Utama

Di balik prestasi Nono, berdiri sosok ayah yang penuh dedikasi. Rafli Meo Tnunay bukanlah lulusan pendidikan tinggi, namun ia memiliki satu keyakinan kuat: pendidikan adalah jalan perubahan bagi masa depan anak-anaknya.

Setiap sore sepulang sekolah, Rafli meluangkan waktu untuk mendampingi Nono belajar. Dengan peralatan seadanya, ia membimbing putranya berhitung, melatih konsentrasi, dan menumbuhkan rasa percaya diri.

“Saya hanya ingin anak saya bisa belajar dengan baik. Kalau dia punya kemampuan, tugas saya sebagai orang tua adalah mendukung,” ujar Rafli dalam kesederhanaannya.

Dari tangan ayahnya, Nono mulai mengenal dunia angka. Berulang kali Rafli mengajak Nono berlatih berhitung menggunakan metode sempoa atau abacus, alat hitung sederhana yang kelak mengantarkan Nono menembus panggung dunia.

Keajaiban di Balik Angka

Guru-guru di SD Inpres Buraen 2 mulai menyadari ada sesuatu yang istimewa pada diri Nono. Ia mampu menyelesaikan soal matematika dengan kecepatan dan ketepatan yang jauh di atas rata-rata anak seusianya.

Ketika anak-anak lain masih menghitung dengan jari, Nono sudah mampu melakukan perhitungan kompleks di luar kepala. Ia bukan sekadar cepat, tetapi juga sangat akurat.

Kemampuan ini kemudian diasah lebih serius melalui kompetisi berhitung menggunakan abacus. Dukungan keluarga dan guru membuat Nono berani melangkah lebih jauh, mengikuti ajang internasional.

Menaklukkan 7.000 Peserta Dunia

Puncak prestasi Nono terjadi ketika ia mengikuti International Abacus World Competition, sebuah ajang prestisius yang mempertemukan anak-anak berbakat dari berbagai negara.

Dalam kompetisi tersebut, lebih dari 7.000 peserta dari berbagai belahan dunia unjuk kemampuan berhitung. Mereka datang dari negara-negara dengan sistem pendidikan maju dan fasilitas lengkap.

Namun siapa sangka, bocah kecil dari Desa Retraen justru tampil sebagai yang terbaik. Dengan ketenangan dan ketajaman berpikir, Nono berhasil mengungguli ribuan peserta lainnya dan keluar sebagai juara dunia.

Prestasi ini sontak mengharumkan nama Indonesia. Namun ironisnya, kisah ini belum sepenuhnya mendapat sorotan luas di tanah air.

Prestasi Besar, Publikasi Minim

Di tengah derasnya arus informasi, kisah Nono seolah tenggelam. Padahal, prestasi ini adalah bukti nyata bahwa anak-anak Indonesia, bahkan dari daerah terpencil sekalipun, mampu bersaing di level dunia.

Banyak pihak menilai kisah seperti ini seharusnya menjadi viral, menginspirasi jutaan anak lain di seluruh Nusantara.

Nono bukan hanya simbol kecerdasan, tetapi juga simbol ketekunan, kerja keras, dan peran besar keluarga dalam pendidikan anak.

Harapan untuk Masa Depan

Keberhasilan Nono membuka mata banyak pihak bahwa potensi anak bangsa tersebar di seluruh pelosok negeri. Yang dibutuhkan hanyalah kesempatan, dukungan, dan kepercayaan.

Masyarakat berharap pemerintah daerah, dunia pendidikan, dan seluruh elemen bangsa dapat memberikan perhatian lebih kepada anak-anak berprestasi dari daerah terpencil.

Fasilitas pendidikan yang memadai, akses pembinaan berkelanjutan, serta dukungan moral dan material menjadi kunci agar prestasi seperti Nono tidak berhenti sebagai kisah satu kali.

Inspirasi bagi Indonesia

Kisah Nono adalah pengingat bahwa Indonesia memiliki kekayaan sumber daya manusia yang luar biasa. Dari desa kecil di NTT, lahir seorang juara dunia matematika.

Ia membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk bermimpi besar. Dengan semangat, dukungan keluarga, dan kerja keras, prestasi dunia bisa diraih.

Nono telah menyalakan cahaya harapan dari Timur Indonesia. Kini, tugas kita bersama untuk memastikan cahaya itu terus bersinar, menerangi jalan bagi generasi masa depan.

(Editor Pariyo Saputra // Redaksi Sumateranewstv. Com)