Desa Bumi Agung Marga Dihantam Protes Warga: Bantuan Angin Puting Beliung Dituding Tidak Merata!

Bumi Agung Marga, 06 Desember 2025 — Suasana di Desa Bumi Agung Marga, Kecamatan Abung Timur, Kabupaten Lampung Utara, masih terus bergejolak hingga hari ini. Pasca terjadinya bencana angin puting beliung yang melanda wilayah tersebut beberapa hari yang lalu, warga kini justru dihadapkan pada persoalan baru: bantuan yang dinilai tidak merata dan tidak transparan. Alih-alih menenangkan warga yang terdampak musibah, penyaluran bantuan justru memicu gelombang protes dan ketidakpuasan Pembagian Bantuan.

Bencana angin puting beliung yang terjadi telah menyebabkan puluhan rumah mengalami kerusakan, mulai dari rusak ringan, sedang, hingga rusak berat. Banyak warga yang kehilangan atap rumah, dinding roboh, hingga sebagian bangunan yang hancur. Namun, di tengah situasi sulit tersebut, muncul persoalan lain yang tidak kalah pelik, yakni dugaan ketidaktepatan sasaran bantuan dari pihak desa maupun kecamatan.

Awal Mula Kekecewaan Warga

Protes bermula saat sejumlah warga mendapati bahwa hanya sebagian kecil dari mereka yang menerima bantuan, sementara mayoritas lainnya—yang menurut warga juga membutuhkan dan terdampak signifikan—belum sama sekali mendapat perhatian. Sejumlah warga mengaku bingung bagaimana proses pendataan dilakukan, dan siapa saja yang menentukan nama-nama penerima bantuan tersebut.

Aisyah, salah satu warga yang menerima bantuan, menjadi pusat perhatian dalam diskusi warga. Hal ini dipicu oleh banyaknya pertanyaan mengenai kondisi rumahnya yang disebut-sebut tidak mengalami kerusakan parah, namun justru menerima bantuan. Kondisi tersebut memancing kecemburuan sosial dan memicu dugaan adanya ketidakadilan dalam proses pendataan korban bencana.

“Kami tidak terima! Banyak warga yang rumahnya rusak parah tetapi tidak dapat bantuan. Sementara ada yang rumahnya tidak terlalu rusak malah dapat duluan,” ungkap salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya. Nada suaranya terdengar geram, menunjukkan betapa masalah ini telah mengusik rasa keadilan warga desa.

Warga Menilai Bantuan Tidak Transparan

Sejumlah warga yang terdampak musibah menyuarakan persoalan mendasar: bantuan dianggap tidak merata dan tidak melalui prosedur yang jelas. Banyak yang merasa bahwa proses verifikasi kerusakan rumah tidak dilakukan secara menyeluruh. Bahkan beberapa warga menyebut tidak ada petugas yang mendatangi rumah mereka untuk meninjau tingkat kerusakan.

“Kami ini semua korban, tapi kenapa hanya beberapa orang yang dapat bantuan? Sementara kami yang rumahnya rusak juga butuh, tapi tidak ada yang peduli,” ujar salah satu warga. Nada kecewa tampak jelas dalam penyampaiannya. Ia menuturkan bahwa ia tidak melihat adanya tim pendataan resmi yang turun ke wilayah tempat tinggalnya.

Curiga bahwa bantuan tidak diberikan sesuai tingkat kerusakan, warga kemudian mulai mempertanyakan siapa yang sebenarnya menentukan daftar penerima bantuan. Persoalan tersebut menjadi semakin besar ketika beberapa warga mencoba menanyakan langsung kepada pihak kecamatan maupun perangkat desa.

Pertanyaan Warga Dijawab dengan Ketidakjelasan

Hayuda, salah satu warga yang juga terdampak, merasa janggal setelah mendengar bahwa Aisyah—tetangganya—mendapatkan bantuan yang disebut khusus untuk kategori kerusakan parah. Setelah melihat kondisi rumah Aisyah yang tidak begitu parah, ia memutuskan untuk bertanya langsung kepada Camat Abung Timur, Muad, mengenai bagaimana sebenarnya mekanisme memperoleh bantuan tersebut.

Namun jawaban sang Camat justru menambah panjang daftar kekecewaan warga. Saat ditanya mengenai prosedur pendataan, jawabannya singkat: “Perangkat desa yang mendata.”

Pernyataan ini membuat banyak warga bertanya-tanya, karena sebagian warga mengaku tidak pernah didatangi perangkat desa, tidak pernah diminta keterangan, dan tidak pernah diberi informasi mengenai pendataan korban bencana.

Tidak berhenti sampai di situ, Hayuda juga mencoba menanyakan hal serupa kepada Kepala Desa Bumi Agung Marga, Yunizar. Namun jawaban yang diterima juga tidak memberikan kejelasan. “Ngk tau siapa yg masukin nm nya itu,” jawab Kades saat ditanya tentang siapa yang mengusulkan nama-nama penerima bantuan.

Jawaban yang dianggap tidak memuaskan ini kemudian menyulut emosi warga. Mereka menilai bahwa pihak desa seolah lepas tangan dan tidak memberikan jawaban yang bertanggung jawab. Hal ini membuat isu ketidakmerataan semakin berkembang liar di tengah masyarakat.

Kerusakan Warga yang Lebih Parah Justru Belum Tersentuh Bantuan

Berdasarkan pantauan warga setempat, sejumlah rumah yang mengalami kerusakan cukup parah justru belum menerima bantuan sama sekali. Beberapa di antaranya memiliki bagian atap yang hilang diterjang angin, dinding rumah yang roboh, serta kerusakan yang memaksa mereka mengungsi ke rumah kerabat atau tetangga.

Di sisi lain, rumah dengan kerusakan ringan atau bahkan tidak dapat dikategorikan sebagai kerusakan parah justru menerima bantuan terlebih dahulu. Kondisi ini secara alami memicu berbagai kecurigaan, seperti dugaan adanya praktik pilih kasih, nepotisme, atau ketidaktelitian perangkat desa dalam melakukan pendataan.

Sejumlah warga bahkan menilai bahwa proses pendataan dilakukan tidak sesuai prosedur standar penanganan bencana yang semestinya dilakukan secara cepat, akurat, dan berkeadilan.

Tuntutan Warga: Lakukan Pendataan Ulang!

Gelombang protes yang terjadi di Desa Bumi Agung Marga tersebut kini mulai membentuk tuntutan kolektif. Banyak warga mendesak agar pemerintah desa dan kecamatan melakukan pendataan ulang terhadap seluruh korban bencana.

Menurut mereka, pendataan ulang menjadi solusi paling logis untuk memastikan bahwa bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran. Warga menegaskan bahwa setiap rumah yang terdampak harus dinilai berdasarkan tingkat kerusakannya, bukan berdasarkan kedekatan, preferensi, atau faktor subjektif lainnya.

“Pendataan harus ulang! Semua harus didata dari awal. Jangan ada pilih kasih. Kami semua ingin keadilan,” ucap salah satu warga dalam forum diskusi kecil sesama korban.

Warga juga mendesak agar pendataan ulang tersebut dilakukan secara terbuka dan melibatkan masyarakat. Beberapa warga mengusulkan agar tim independen dari kecamatan atau kabupaten turun langsung melakukan survei kerusakan rumah agar hasilnya benar-benar objektif dan dianggap adil oleh masyarakat.

Kecurigaan Warga soal Mekanisme Pendataan

Selain ketidakjelasan dalam daftar penerima bantuan, warga juga mempertanyakan bagaimana mekanisme pendataan berjalan di tingkat desa. Ada dugaan bahwa pendataan dilakukan secara terburu-buru tanpa verifikasi lapangan. Bahkan ada desas-desus bahwa nama-nama penerima bantuan diusulkan berdasarkan kedekatan atau hubungan personal dengan pihak tertentu.

Meskipun belum ada bukti konkret mengenai dugaan tersebut, persepsi warga telah terlanjur negatif karena buruknya komunikasi dari pihak desa dan kecamatan. Ketika warga meminta klarifikasi, jawaban yang diberikan justru semakin memantik kekecewaan.

Beberapa warga menyampaikan bahwa mereka bahkan tidak diberi tahu bahwa proses pendataan sedang dilakukan. Tidak ada pengumuman resmi, tidak ada musyawarah desa, dan tidak ada informasi yang disampaikan melalui perangkat RT atau kepala dusun.

“Bagaimana kami mau tahu? Tiba-tiba sudah ada yang dapat bantuan. Nama kami tidak ada. Siapa yang menentukan? Itu yang kami ingin tahu,” ujar salah seorang warga lainnya.

Pandangan Warga Mengenai Peran Pemerintah Desa

Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kinerja pemerintah desa dalam menangani bencana. Menurut warga, perangkat desa seharusnya menjadi pihak yang paling mengetahui kondisi masyarakatnya dan menjadi garda terdepan dalam memastikan penyaluran bantuan berjalan adil.

Namun, dalam kasus di Bumi Agung Marga, banyak warga merasa pemerintah desa tidak menjalankan peran tersebut dengan baik. Mereka menilai pemerintah desa terkesan tidak peduli dan justru menyalahkan pihak lain ketika dipertanyakan mengenai prosedur pendataan.

Kekecewaan warga semakin bertambah ketika Kades Yunizar memberikan jawaban tidak tahu mengenai siapa yang memasukkan nama-nama penerima bantuan. Bagi warga, jawaban tersebut mencerminkan rendahnya transparansi serta lemahnya koordinasi antara pemerintah desa dengan kecamatan.

Dampak Sosial: Suasana Warga Inginkan Keadilan 

Protes warga yang terjadi bukan hanya menciptakan kegaduhan sementara, melainkan telah berdampak pada kehidupan sosial masyarakat desa. Hubungan antar warga mulai diliputi rasa curiga satu sama lain. Sebagian warga yang menerima bantuan merasa tidak nyaman karena menjadi sorotan warga lainnya.

Situasi ini membuat beberapa warga memilih untuk tidak keluar rumah atau menghindari kerumunan untuk sementara waktu. Suasana desa menjadi tegang, karena sebagian warga merasa bahwa ketidakadilan ini harus diperjuangkan, sementara sebagian lainnya mencoba menahan diri agar tidak memperkeruh suasana.

Beberapa warga yang sebelumnya hidup rukun kini mulai mengalami ketegangan karena berbeda pendapat mengenai proses pendataan. Sebagian ada yang memaklumi pihak desa, sementara sebagian besar warga lainnya merasa bahwa suara mereka tidak didengarkan.

Pertanyaan Besar: Ke Mana Pemerintah Kabupaten?

Di tengah memanasnya protes warga, muncul pertanyaan besar: di mana peran pemerintah kabupaten? Sampai berita ini diturunkan, belum ada respons resmi dari pihak Pemerintah Kabupaten Lampung Utara terkait persoalan ini. Meskipun bencana angin puting beliung telah dilaporkan ke tingkat kabupaten, warga merasa bahwa tindak lanjut yang dilakukan masih sangat minim.

Sejumlah warga berharap agar pihak kabupaten turun langsung melihat kondisi lapangan dan meninjau proses pendataan ulang. Mereka menilai bahwa masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya di tingkat desa karena dugaan ketidaktransparan sudah terlalu jauh dan memengaruhi para korban.

Beberapa warga bahkan mengusulkan agar Bupati dan BPBD turun ke lokasi untuk menilai ulang tingkat kerusakan rumah warga secara langsung, sehingga bantuan yang diberikan benar-benar sesuai dengan kebutuhan setiap rumah tangga terdampak.

Analisis Situasi: Mengapa Ketidakadilan Bantuan Kerap Terjadi?

Fenomena ketidakmerataan bantuan bencana bukanlah hal baru di berbagai daerah di Indonesia. Beberapa faktor yang kerap menjadi penyebab di antaranya:

  • Pendataan yang tidak terstruktur – Banyak desa tidak memiliki standar pendataan kerusakan rumah sehingga penilaian dilakukan secara subjektif.
  • Kurangnya koordinasi antar tingkat pemerintahan – Desa, kecamatan, dan kabupaten sering kali tidak sinkron dalam menentukan siapa yang berhak menerima bantuan.
  • Keterbatasan sumber daya manusia – Jumlah perangkat desa sangat terbatas sehingga proses pendataan sering dilakukan terburu-buru.
  • Minimnya pengawasan – Tidak ada pihak independen yang mengawasi jalannya pendataan dan penyaluran bantuan.
  • Kurangnya transparansi – Warga tidak dilibatkan dalam proses, sehingga mudah terjadi kecemburuan sosial.

Dalam kasus Bumi Agung Marga, tampaknya beberapa faktor di atas terjadi bersamaan, sehingga menciptakan ketegangan di tengah masyarakat. Ketika komunikasi tidak berjalan baik, dan informasi tidak disampaikan secara jelas, warga cenderung mengisi ruang kosong tersebut dengan asumsi, kecurigaan, bahkan spekulasi negatif.

Harapan Warga untuk Penyelesaian

Protes yang berlangsung di Desa Bumi Agung Marga bukanlah semata tentang bantuan material, tetapi tentang rasa keadilan. Tidak sedikit warga yang menyampaikan bahwa bantuan dapat menyusul, asalkan prosesnya jelas, transparan, dan adil. Yang mereka inginkan adalah kepastian bahwa semua warga yang terdampak akan diperlakukan setara.

Warga berharap:

  • Ada pendataan ulang dari pemerintah kabupaten atau pihak berwenang lainnya.
  • Semua rumah terdampak didata berdasarkan tingkat kerusakan secara objektif.
  • Pemerintah desa memberikan penjelasan resmi kepada warga.
  • Daftar penerima bantuan diumumkan secara terbuka.
  • Koordinasi yang lebih baik antara desa dan kecamatan.

Banyak warga juga berharap agar insiden ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, agar ke depannya penanganan bencana dilakukan secara lebih profesional dan memperhatikan aspek keadilan sosial.

Belum Ada Keterangan Resmi dari Pemerintah Desa

Hingga artikel ini diterbitkan, pihak perangkat desa belum memberikan klarifikasi resmi mengenai tudingan warga terkait ketidakmerataan bantuan. Pemerintah desa belum mengeluarkan pernyataan tertulis maupun mengadakan pertemuan terbuka untuk menjelaskan situasi sebenarnya.

Hal ini membuat suasana di desa tetap panas dan penuh tanda tanya. Warga masih menunggu langkah konkret dari Kades Yunizar ataupun pihak kecamatan untuk memberikan penjelasan. Mereka berharap agar pihak pemerintah tidak menghindar, tetapi tampil dan memberikan klarifikasi demi meredakan keresahan warga.

Penutup

Kasus bantuan angin puting beliung di Desa Bumi Agung Marga menjadi gambaran betapa pentingnya transparansi, keadilan, dan komunikasi dalam penanganan bencana. Ketidakjelasan pendataan, minimnya koordinasi, serta respons yang tidak memuaskan dari pejabat publik memicu gelombang protes dan memperburuk kondisi sosial masyarakat.

Warga kini menunggu langkah lanjutan dari pihak desa dan kecamatan, apakah mereka akan meninjau ulang penyaluran bantuan atau tetap bersikap seperti sekarang. Apapun yang akan terjadi dalam beberapa hari ke depan, harapan warga hanya satu: keadilan untuk semua korban bencana.

Reporter: Hayuda

(Editor Redaksi Sumateranewstv. Com)