Lampung Utara, Sumateranewstv. Com — Nasib pilu dialami Fania, seorang bocah perempuan berusia 8 tahun asal Dusun Tanjung Bulan, Desa Sawojajar, Kecamatan Kotabumi Utara, Kabupaten Lampung Utara. Di usia yang seharusnya dipenuhi dengan tawa ceria, canda bersama teman sebaya, serta aktivitas belajar dan bermain, Fania justru harus menjalani hari-hari berat dengan berjuang melawan penyakit serius berupa penumpukan cairan di otak yang mengancam keselamatan dan masa depannya.
Kondisi Fania saat ini sangat memprihatinkan. Tubuh kecilnya terbaring lemah di atas tempat tidur, dengan selang medis terpasang di bagian tenggorokan yang menjadi satu-satunya jalan bagi cairan dan nutrisi masuk ke dalam tubuhnya. Sesekali terdengar batuk kecil dari mulutnya, dan setiap kali itu terjadi, cairan keluar melalui selang yang terhubung langsung ke tenggorokan. Tangis kesakitan tak jarang pecah, memecah keheningan rumah sederhana yang menjadi saksi perjuangan hidup seorang anak yang tak berdosa.
Masa Kecil yang Direnggut Penyakit
Fania adalah anak kedua dari pasangan suami istri sederhana, Haryadi (35) dan Yusnia (32). Sebelum sakit, Fania dikenal sebagai anak yang aktif, ceria, dan penuh semangat. Ia senang bermain dengan teman-teman sebayanya di lingkungan sekitar rumah, serta memiliki ketertarikan besar untuk bersekolah dan belajar hal-hal baru.
Namun, semua itu kini tinggal kenangan. Penyakit yang dideritanya membuat Fania tidak lagi mampu beraktivitas seperti anak-anak lain seusianya. Bermain, berlari, apalagi bersekolah, kini menjadi hal yang mustahil baginya. Hari-hari Fania dihabiskan dengan berbaring di tempat tidur, tertidur karena lemah, atau menahan rasa sakit yang datang silih berganti.
Sang ibu, Yusnia, setia mendampingi Fania setiap saat. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, ia merawat anaknya, menyeka air mata, dan memberikan penguatan meski hatinya sendiri hancur melihat penderitaan buah hatinya.
Awal Mula Penyakit yang Diderita
Menurut penuturan Yusnia, gejala penyakit yang dialami Fania mulai terlihat sejak anaknya berusia 7 tahun. Saat itu, Fania sering mengalami kejang-kejang dan penurunan kondisi kesehatan secara drastis. Keluarga pun membawa Fania untuk mendapatkan perawatan medis.
“Awalnya Fania dirujuk ke RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek karena mengalami epilepsi. Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan, dokter menemukan adanya penumpukan cairan di rongga otak,” ujar Yusnia dengan suara lirih saat ditemui pada Selasa (16/12/2025).
Sejak hasil pemeriksaan tersebut, kehidupan keluarga kecil ini berubah drastis. Fania harus menjalani pengobatan intensif dan rutin keluar masuk rumah sakit. Bahkan, ia sempat menjalani tindakan operasi dan dirawat di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek selama lebih dari dua bulan.
Masa perawatan yang panjang itu tidak hanya menguras tenaga dan emosi keluarga, tetapi juga menguras biaya yang tidak sedikit. Meski demikian, demi kesembuhan sang anak, orang tua Fania berusaha bertahan dengan segala keterbatasan yang ada.
Kondisi Kesehatan yang Semakin Berat
Akibat penyakit cairan di otak yang dideritanya, kondisi fisik Fania terus melemah. Ia tidak lagi mampu mengonsumsi makanan secara normal. Seluruh asupan nutrisi hanya bisa diberikan melalui selang yang terpasang di tenggorokannya.
“Anak saya sekarang cuma bisa minum susu, tidak bisa makan yang lain. Itu pun masuk lewat lubang di tenggorokan, bukan lewat mulut,” ungkap Haryadi dengan mata berkaca-kaca.
Setiap hari, Haryadi dan Yusnia harus ekstra hati-hati dalam merawat Fania. Selang medis yang terpasang sangat berisiko jika terlepas atau mengalami gangguan. Kondisi ini membuat orang tua Fania hidup dalam kecemasan yang tiada henti.
Tak jarang, Fania merintih kesakitan. Tangisannya menjadi luka tersendiri bagi kedua orang tuanya yang hanya bisa memeluk dan menenangkan, tanpa mampu sepenuhnya menghilangkan rasa sakit yang diderita anaknya.
Himpitan Ekonomi Keluarga
Derita yang dialami Fania semakin berat karena kondisi ekonomi keluarga yang serba terbatas. Ayahnya, Haryadi, bekerja serabutan dengan penghasilan yang tidak menentu. Ia mengandalkan pekerjaan apa saja yang bisa dilakukan demi menyambung hidup dan memenuhi kebutuhan keluarga.
“Setiap hari saya harus dapat kerjaan, Bang. Kalau tidak kerja, kami tidak punya apa-apa,” ujar Haryadi dengan nada pasrah.
Sementara itu, biaya pengobatan Fania terus berjalan. Mulai dari kebutuhan susu khusus, obat-obatan, hingga kontrol rutin ke rumah sakit, semuanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kondisi ini membuat keluarga semakin tertekan.
Haryadi mengungkapkan bahwa seharusnya Fania masih harus menjalani perawatan inap di rumah sakit. Namun, karena keterbatasan biaya, pihak keluarga terpaksa memilih rawat jalan meski menyadari risiko yang mengancam keselamatan anaknya.
“Dokter sebenarnya melarang kami pulang karena takut selangnya lepas. Tapi kami sudah tidak punya biaya,” jelas Haryadi dengan suara bergetar.
Minimnya Bantuan yang Diterima
Ironisnya, hingga berita ini diturunkan, keluarga Fania mengaku belum mendapatkan bantuan pengobatan yang memadai dari pihak pemerintah. Bantuan yang pernah diterima hanya berupa satu unit kursi roda dari Dinas Sosial.
“Kalau untuk pengobatan, belum ada bantuan. Kursi roda memang ada dari Dinas Sosial, tapi untuk biaya berobat selanjutnya kami bingung,” ungkap Haryadi.
Kondisi ini membuat keluarga Fania berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, mereka ingin memberikan perawatan terbaik bagi sang anak. Di sisi lain, keterbatasan ekonomi menjadi tembok besar yang sulit ditembus.
Harapan Kecil dari Orang Tua
Di tengah keterbatasan dan penderitaan yang dialami, Haryadi dan Yusnia hanya bisa berharap adanya uluran tangan dari para dermawan, masyarakat, maupun pihak-pihak yang peduli terhadap kondisi anak mereka.
Dengan wajah penuh harap, Haryadi menyampaikan harapan sederhana namun penuh makna. “Kami orang kecil seperti ini cuma bisa berharap. Mudah-mudahan ada yang tergerak membantu kesembuhan Fania,” ucapnya sambil menahan haru.
Harapan tersebut menjadi satu-satunya cahaya bagi keluarga kecil ini untuk terus bertahan. Mereka berharap Fania bisa kembali mendapatkan perawatan yang layak dan memiliki kesempatan untuk sembuh atau setidaknya menjalani hidup dengan kualitas yang lebih baik.
Perlu Perhatian Bersama
Kisah Fania menjadi potret nyata bahwa masih banyak anak-anak di daerah yang membutuhkan perhatian serius, baik dari pemerintah, lembaga sosial, maupun masyarakat luas. Penyakit berat yang dialami seorang anak seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya keluarga.
Peran pemerintah daerah, dinas terkait, serta lembaga sosial sangat dibutuhkan untuk memastikan hak anak atas kesehatan dapat terpenuhi. Dukungan berupa bantuan medis, jaminan kesehatan, maupun pendampingan sosial menjadi hal yang sangat penting bagi keluarga seperti Fania.
Namun hingga berita ini diterbitkan, pihak keluarga menyampaikan bahwa belum ada konfirmasi atau tindak lanjut dari pihak desa, Dinas Sosial, maupun instansi terkait lainnya mengenai bantuan pengobatan lanjutan untuk Fania.
Penutup
Nasib Fania, bocah 8 tahun asal Dusun Tanjung Bulan, Desa Sawojajar, Kecamatan Kotabumi Utara, Kabupaten Lampung Utara, mengetuk nurani kita semua. Di balik tubuh kecil yang terbaring lemah, tersimpan harapan besar untuk bisa sembuh dan menjalani kehidupan layaknya anak-anak lain.
Kisah ini diharapkan dapat membuka mata banyak pihak tentang pentingnya kepedulian terhadap sesama, terutama mereka yang sedang berjuang melawan penyakit dengan keterbatasan ekonomi. Uluran tangan sekecil apa pun sangat berarti bagi kelangsungan hidup dan masa depan Fania.
Sampai berita ini diterbitkan, belum ada konfirmasi resmi dari pihak desa, Dinas Sosial, maupun pihak terkait lainnya mengenai penanganan dan bantuan lanjutan bagi Fania. Keluarga hanya berharap ada perhatian dan kepedulian nyata agar penderitaan yang dialami anak mereka tidak terus berlarut-larut.
Editor Pariyo Saputra // Redaksi Sumateranewstv. Com

