Dampak Banjir, Warga Pematang Tengah Tanjung Pura Lengkap dengan Penderitaan

Sumateranewstv.com, Langkat — Ribuan warga terdampak banjir di Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, kini tengah menghadapi situasi yang semakin memprihatinkan. Deretan persoalan mulai dari sulitnya akses logistik, padamnya listrik, hilangnya jaringan internet, hingga tidak adanya kehadiran nyata dari pihak pemerintah daerah membuat warga merasa seolah dibiarkan berjuang sendiri dalam kondisi darurat.

Bencana banjir yang melanda wilayah tersebut dalam sepekan terakhir tidak hanya merendam pemukiman warga, tetapi juga memutus akses transportasi, memperparah kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, serta mengancam keselamatan ribuan jiwa. Hingga kini, warga mengaku belum melihat adanya penanganan maksimal dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara maupun Pemerintah Kabupaten Langkat, termasuk tim tanggap darurat BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah).

Berdasarkan informasi yang dihimpun tim awak media di lapangan pada Senin (1/11/2025), banjir telah berlangsung lebih dari lima hari dan belum menunjukkan tanda-tanda surut. Bahkan, aliran listrik PLN di kawasan Desa Pematang Tengah padam total sejak Rabu malam (26/11/2025). Kondisi semakin diperparah dengan putusnya jaringan komunikasi serta internet, membuat warga kesulitan melaporkan keadaan maupun mengakses pertolongan.

Rumah Masih Terendam, Persediaan Pangan Habis

Sejak hari pertama banjir, sebagian besar warga memilih mengungsi ke tempat-tempat yang dianggap lebih aman. Namun, keterbatasan logistik serta minimnya fasilitas darurat membuat pengungsian itu sendiri menjadi tempat penderitaan baru. Banyak pengungsi yang bertahan hanya dengan persediaan makanan seadanya dari rumah sebelum akhirnya benar-benar kehabisan stok.

Tidak adanya dapur umum, posko kesehatan, maupun posko terpusat dari pihak BPBD atau pemerintah daerah membuat warga semakin terpuruk. Mereka bergantung sepenuhnya pada bantuan sesama warga, dan itupun jumlahnya sangat minim. Bantuan sembako dari pemerintah hingga kini belum kunjung tiba.

“Kami lengkap penderitaan. Banjir datang, posko bencana tidak ada, bantuan sembako juga tidak ada. Listrik padam dan jaringan internet juga mati,” ungkap Revo, salah satu warga Desa Pematang Tengah, dengan nada kecewa saat ditemui awak media.

Menurutnya, sejak banjir terjadi, tidak satu pun bantuan resmi diterima warga. Tidak ada pendataan, tidak ada kunjungan dari pihak BPBD, dan tidak ada penyaluran logistik darurat. Warga hanya bisa bertahan seadanya sambil berharap pemerintah segera bergerak.

“Kami sangat resah, tidak tahu harus melapor ke mana. Warga sudah mengungsi, tapi belum juga mencicipi bantuan dari Pemerintah Provinsi Sumut maupun Pemerintah Langkat,” lanjutnya.

Jaringan Komunikasi Lumpuh Total

Salah satu permasalahan paling krusial bagi warga adalah mati totalnya jaringan komunikasi di kawasan Tanjung Pura. Tidak hanya akses internet yang hilang, sinyal seluler pun padam sepenuhnya. Hal ini menyebabkan warga tidak dapat menghubungi keluarga, melaporkan keadaan darurat, ataupun mencari informasi mengenai bantuan.

Putusnya akses komunikasi juga membuat informasi mengenai kondisi warga tidak tersampaikan secara luas, sehingga respon pemerintah menjadi lambat. Padahal, dalam keadaan bencana, jaringan komunikasi merupakan aspek vital yang sangat menentukan efektivitas penanganan dan keselamatan warga.

Banyak warga terpaksa berjalan jauh menembus banjir untuk mencari titik yang masih memiliki sinyal, namun kebanyakan gagal karena seluruh jaringan di wilayah tersebut dilaporkan mengalami gangguan serius. Kondisi ini menambah beban psikologis warga yang sudah merasa terisolasi dari dunia luar.

Kondisi Ekonomi Lumpuh, Warga Mulai Terancam Kelaparan

Salah satu dampak paling terasa dari bencana banjir ini adalah lumpuhnya aktivitas ekonomi masyarakat. Toko-toko tutup, pasar tidak beroperasi, transportasi tidak berjalan, dan suplai pangan terputus. Kondisi ini menyebabkan warga kehilangan akses untuk membeli kebutuhan pokok.

Dalam kondisi darurat, warga yang kehabisan makanan terpaksa mencari alternatif lain. Beberapa laporan menyebutkan bahwa warga mulai mengambil barang-barang dari minimarket yang kebanjiran karena didorong oleh keadaan yang sangat mendesak.

“Warga terancam kelaparan. Bahkan sudah terjadi aksi pengambilan barang di toko modern (Alfamart) karena warga tidak punya pilihan,” jelas Revo.

Ia menuturkan bahwa tindakan tersebut bukan karena niat jahat, melainkan kondisi darurat yang memaksa. Anak-anak, lansia, dan ibu-ibu mulai kelaparan, sementara bantuan dari pemerintah belum juga datang.

Minimnya Respons Pemerintah: Warga Merasa Dilupakan

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara maupun BPBD Langkat terkait penanganan banjir di Desa Pematang Tengah. Tidak adanya posko bencana, tidak adanya dapur umum, dan tidak adanya distribusi bantuan membuat warga bertanya-tanya: apakah pemerintah mengetahui penderitaan mereka?

Beberapa tokoh masyarakat setempat mengatakan bahwa sebelumnya mereka sudah berusaha menghubungi pihak kecamatan dan kabupaten, namun belum mendapat respon. Bahkan kepala desa pun tidak dapat menghubungi pihak pemerintah daerah karena jaringan telekomunikasi yang mati total.

Salah seorang perangkat desa yang berhasil ditemui awak media mengungkapkan bahwa mereka juga kewalahan dan tidak memiliki sumber daya untuk membantu seluruh warga.

“Kami pemerintah desa juga bingung. Tanpa sinyal, tanpa listrik, dan tanpa bantuan dari kabupaten, kami hanya bisa membantu sebisanya. Warga semakin banyak yang mengungsi, sementara kami tidak punya logistik apa-apa,” ujarnya.

Ancaman Penyakit Mulai Mengintai

Selain kelaparan dan keterbatasan logistik, warga juga mulai dihadapkan pada ancaman penyakit. Air banjir yang kian keruh dan bercampur limbah rumah tangga sangat berpotensi menimbulkan wabah diare, infeksi kulit, ISPA, hingga penyakit berbahaya lain seperti leptospirosis.

Anak-anak dan lansia merupakan kelompok yang paling rentan terkena dampak kesehatan tersebut. Tanpa kehadiran tenaga medis dan obat-obatan, risiko meningkatnya kasus penyakit menular di lokasi pengungsian sangat tinggi.

Sejumlah warga mengaku bahwa beberapa anak sudah mulai menunjukkan gejala demam dan batuk, sementara air bersih sangat sulit didapat. Untuk keperluan minum dan memasak, sebagian warga terpaksa menggunakan air sumur yang sudah tercemar banjir.

PLN Diminta Segera Bertindak

Pemadaman listrik sejak lima hari lalu membuat kondisi desa semakin gelap dan mengkhawatirkan. Pada malam hari, warga hanya mengandalkan lilin atau lampu minyak untuk penerangan. Hal ini meningkatkan risiko kebakaran serta kecelakaan lain, terutama bagi warga yang tinggal di pengungsian darurat.

Masyarakat berharap pihak PLN segera melakukan perbaikan jaringan agar daerah tersebut kembali mendapatkan pasokan listrik. Namun, akses menuju lokasi yang terendam menjadi kendala besar dalam proses perbaikan tersebut.

Harapan Warga: Pemerintah Segera Turun Tangan

Dalam situasi yang semakin kritis ini, warga Pematang Tengah berharap pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten, segera mengambil tindakan tegas dan cepat untuk menyelamatkan warga. Mereka membutuhkan banyak hal: bantuan sembako, air bersih, obat-obatan, perahu evakuasi, hingga pemulihan listrik dan jaringan internet.

Bencana ini menjadi pengingat kuat bahwa kesiapsiagaan bencana masih menjadi PR besar bagi pemerintah daerah. Warga berharap agar penderitaan mereka tidak dibiarkan berlarut-larut dan bantuan segera datang sebelum keadaan semakin buruk.

“Kami hanya ingin selamat. Kami ingin bantuan cepat datang. Tolong pemerintah dengar suara kami,” harap Revo.

Editor: Pariyo Saputra 
Dampak Bencana Alam Banjir, Warga Pematang Tengah Lengkap Penderitaan dan Terancam Kelaparan – Sumateranewstv.com