Soal Swakelola APBN SMPN 4 Abung Timur Miliaran Rentan Korupsi, Kabid SMP Diknas Takuti Wartawan: Sebut Pendampingan Jam Intel Kejagung dan Dir 4?
Lampung Utara, (Sumateranewstv. Com) —Deru mesin molen masih terdengar dari arah halaman SMPN 4 Abung Timur, Desa Bumi Jaya, saat tim media meninjau lokasi, Selasa (11/11/2025). Beberapa pekerja tampak menimbun tanah di lantai bangunan baru, sementara di sisi lain, dua gedung ruang kelas dan satu bangunan toilet berdiri setengah jadi. Sekilas terlihat biasa — proyek pembangunan sekolah — namun setelah dicermati, banyak kejanggalan di baliknya.
Tiga papan informasi proyek berdiri di lokasi, mencantumkan tiga kegiatan:
Pembangunan Ruang Kelas Baru (2 unit) senilai Rp138.739.628
Pembangunan Gedung UKS senilai Rp127.388.988
Pembangunan Toilet Sekolah senilai Rp220.423.384
Total sekitar Rp486 juta.
Namun, sumber internal sekolah menyebutkan bahwa kegiatan di lokasi tidak hanya tiga.
> “Ada lima bangunan yang sedang dikerjakan, total anggarannya lebih dari satu miliar,” ujar salah satu sumber yang enggan disebut namanya.
Pernyataan itu membuka dugaan bahwa sebagian proyek tidak dicantumkan dalam papan informasi, atau bahkan dipisah-pisah untuk menyamarkan total nilai proyek sebenarnya yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2025.
Kebenaran terkait jumlah pagu anggaran mencapi miliaran rupiah yang terkucur di sekolah SMPN 4 Abung Timur dengan skema Swakelola kepala sekolah itu di benarkan Yudi Bachtiar kepala Bidang SMP dinas pendidikan kabupaten Lampung Utara, dalam konfirmasi.
"Itu anggarannya 1,2 Miliar. Pendampingannya dari Jam Intel Kejagung. Kepala sekolah bisa langsung laporan ke Dir 4 bila ada gangguan" ujar Yudi.
Sementara, dari informasi yang terkesan diduga sebagai upaya menakut-nakuti wartawan, dengan dalih pekerjaan tersebut di dampingi langsung dari pihak Kejagung dan Dir 4. Bila benar adanya tentunya pada pelaksanaan proyek APBN Swakelola tersebut, harus memenuhi standar peraturan yang benar.
Tentunya hal itu menjadi sangat yang di tunggu-tunggu masyarakat, karena bila ada kesalahan yang sengaja di lakukan sebagai upaya pelanggaran yang menjurus ke prilaku Korupsi yang merugikan negara, bisa langsung di tindak, bagi pengelola anggaran APBN tersebut.
Jejak Pemecahan Paket dan Celah Hukum
Konsep swakelola memang memungkinkan sekolah mengelola pembangunan sendiri. Tapi bukan berarti bebas aturan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, ditegaskan bahwa:
> “Dilarang memecah satu paket pekerjaan menjadi beberapa paket pekerjaan dengan maksud menghindari pelelangan atau seleksi.”
Ketentuan serupa juga ditegaskan dalam Surat Edaran LKPP Nomor 5 Tahun 2024, yang menegaskan pelanggaran pemecahan paket dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana, terutama jika menimbulkan kerugian negara.
Dengan demikian, jika proyek senilai miliaran rupiah dibagi menjadi beberapa pekerjaan kecil di bawah Rp200 juta–Rp300 juta agar terlihat seperti proyek skala kecil swakelola, maka tindakan itu termasuk indikasi pelanggaran serius.
Ketua GPK Deni Marian S.: “Pemecahan Paket Adalah Awal Korupsi”
Menanggapi temuan tersebut, Ketua Gabungan Pengusaha dan Konstruksi (GPK) Lampung, Deni Marian S., menilai praktik pemecahan proyek dan penyamaran papan informasi adalah indikasi awal korupsi yang merusak tata kelola pembangunan daerah.
> “Praktik seperti ini tidak hanya merugikan negara, tapi juga mematikan iklim usaha kontruksi yang sehat. Pemecahan paket untuk menghindari tender itu bentuk manipulasi, dan bisa dijerat dengan hukum,” tegas Deni.
Ia menjelaskan, menurut ketentuan pengadaan, setiap kegiatan yang memiliki kesamaan lokasi, jenis pekerjaan, dan waktu pelaksanaan harus dianggap satu paket pekerjaan. Bila dipecah, itu sudah termasuk pelanggaran administratif berat.
> “Kalau sekolah mengelola dana miliaran, tapi papan informasinya hanya menunjukkan ratusan juta, itu sudah mencurigakan. PPK atau kepala sekolah sebagai pelaksana swakelola bisa diperiksa, karena bertanggung jawab penuh terhadap transparansi anggaran,” tambah Deni.
GPK, kata Deni, mendorong Inspektorat Lampung Utara, Dinas Pendidikan, dan aparat penegak hukum untuk melakukan audit lapangan.
> “Kami minta aparat turun langsung. Jangan tunggu viral dulu baru ditindak. Setiap rupiah dana pendidikan harus bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Sanksi dan Potensi Jerat Hukum
Dalam aturan LKPP, pelanggaran berupa pemecahan paket atau penyamaran nilai anggaran bisa berujung pada:
Sanksi administratif (peringatan tertulis, pembatalan paket, pencantuman dalam daftar hitam), dan
Sanksi pidana jika terbukti menimbulkan kerugian negara (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001).
Pasal 3 UU Tipikor menyebut bahwa pejabat yang menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri atau orang lain dapat dipidana hingga 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
Transparansi yang Hilang di Sekolah
Seharusnya, setiap proyek pemerintah wajib menampilkan papan informasi lengkap — mencantumkan sumber dana, nilai kontrak, waktu pelaksanaan, dan pelaksana kegiatan. Namun, di SMPN 4 Abung Timur, papan yang ada justru memunculkan lebih banyak pertanyaan.
Warga sekitar yang sering melintas pun menyadari hal itu.
> “Papan proyeknya cuma tiga, tapi bangunan yang dikerjakan lebih banyak. Kami bingung, kenapa tidak terbuka saja?” ujar salah seorang warga Bumi Jaya.
Tuntutan Transparansi
Kasus SMPN 4 Abung Timur memperlihatkan bahwa pengawasan terhadap dana swakelola sekolah masih lemah. Tanpa keterbukaan informasi publik, masyarakat sulit mengetahui berapa sebenarnya total dana yang digelontorkan, dan apakah semua proyek sesuai dengan standar kualitas.
Menurut Deni Marian S., sudah saatnya pemerintah daerah menerapkan audit transparan berbasis publik terhadap proyek-proyek swakelola, terutama di sektor pendidikan.
> “Pendidikan itu sektor mulia. Kalau sudah ada indikasi korupsi di sekolah, itu bukan sekadar pelanggaran hukum — tapi penghianatan terhadap masa depan anak bangsa,” pungkasnya. (,Apri-Pario Tim)
