BANDUNG, (Sumateranewstv. Com) — Peserta Didik Sekolah Staf dan Pimpinan Pertama (Sespimma) Sespim Lemdiklat Polri Angkatan ke-74 Tahun 2025 melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jawa Barat, Senin (20/10/2025). Kegiatan tersebut menjadi momentum penting dalam memperkuat sinergi antara Polri dan pemerintah daerah dalam menghadapi isu-isu kebangsaan yang semakin kompleks, khususnya terkait intoleransi dan potensi konflik sosial di masyarakat.
Acara ini dihadiri langsung oleh Kasespimma Sespim Lemdiklat Polri Brigjen Pol Sonny Irawan, S.I.K., M.H., dan Kepala Badan Kesbangpol Jawa Barat Wahyu Mijaya, S.H., M.Si., serta diikuti oleh para peserta didik Sespimma, pejabat Polri, dan pejabat struktural Kesbangpol Jabar. Suasana kegiatan berlangsung penuh semangat dan interaktif, mencerminkan komitmen bersama antara aparat penegak hukum dan lembaga pemerintahan sipil untuk memperkuat kebangsaan dan menjaga ketertiban sosial.
Tema dan Tujuan Kegiatan
Dalam kegiatan ini, Polri mengusung tema besar: “Sinergitas Polri dan Bakesbangpol dalam Deteksi Dini, Pembinaan Kebangsaan, dan Pencegahan Intoleransi Melalui Pendekatan Terpadu.” Tema ini tidak hanya menjadi slogan, tetapi juga refleksi nyata dari strategi Polri dalam menghadapi tantangan keamanan non-tradisional seperti radikalisme, polarisasi sosial, serta menurunnya rasa nasionalisme di kalangan generasi muda.
Menurut Brigjen Pol Sonny Irawan, tema ini diambil karena kondisi masyarakat saat ini membutuhkan pendekatan yang kolaboratif antara lembaga keamanan dan instansi sipil dalam menciptakan stabilitas sosial. “Kita tidak bisa bekerja sendiri. Polri membutuhkan mitra strategis seperti Kesbangpol dalam mendeteksi potensi konflik sosial dan gejala intoleransi yang bisa mengancam persatuan bangsa,” tegasnya.
Lebih lanjut, Brigjen Sonny menegaskan bahwa deteksi dini menjadi kunci utama dalam mencegah terjadinya konflik sosial di tingkat masyarakat. “Kita harus mampu mengenali potensi ancaman sejak dini, melakukan pembinaan kebangsaan secara konsisten, serta menguatkan semangat toleransi di seluruh lapisan masyarakat. Pencegahan harus dimulai dari kesadaran bersama,” tambahnya.
Sinergi Polri dan Kesbangpol: Model Kolaborasi Strategis
Kegiatan KKP ini menjadi sarana konkret bagi peserta Sespimma dalam memahami peran penting kolaborasi lintas sektor. Kesbangpol sebagai instansi daerah yang memiliki fungsi pembinaan ideologi Pancasila, wawasan kebangsaan, serta penguatan toleransi, dinilai memiliki posisi vital dalam membantu Polri menjaga keamanan sosial. Melalui kerja sama tersebut, diharapkan lahir sistem pencegahan terpadu berbasis data, riset sosial, serta pendekatan kemanusiaan.
Kepala Kesbangpol Jawa Barat, Wahyu Mijaya, menyambut baik kolaborasi ini. Ia menilai kegiatan KKP menjadi momentum penting dalam memperkuat sinergi kelembagaan antara Polri dan pemerintah daerah. “Langkah kolaboratif ini membawa dampak positif bagi Jawa Barat, terutama dalam memperkuat semangat kebangsaan, memperluas literasi toleransi, dan mengantisipasi potensi konflik horizontal di masyarakat,” ujar Wahyu.
Ia menambahkan, Kesbangpol Jabar selama ini juga aktif menjalankan program pembinaan masyarakat melalui Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), serta Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). “Forum-forum ini adalah mitra strategis Polri dalam menjaga harmoni sosial. Dengan sinergi ini, penanganan isu intoleransi dapat dilakukan secara cepat, tepat, dan proporsional,” jelasnya.
Konsep Deteksi Dini: Dari Sosialisasi ke Aksi Nyata
Dalam sesi diskusi, para peserta Sespimma diberikan pemaparan mendalam mengenai konsep deteksi dini dalam konteks sosial politik. Deteksi dini bukan hanya soal pengumpulan data, tetapi juga melibatkan pemahaman terhadap dinamika masyarakat, pola komunikasi publik, dan potensi gesekan antar kelompok.
Brigjen Pol Sonny menjelaskan, “Setiap gejala sosial seperti peningkatan ujaran kebencian di media sosial, perubahan perilaku komunitas, atau munculnya kelompok eksklusif berbasis agama atau ideologi perlu diwaspadai. Semua itu bisa menjadi indikator awal intoleransi yang berpotensi berkembang menjadi konflik.”
Untuk itu, Polri terus mendorong pendekatan holistik dengan melibatkan unsur akademisi, tokoh agama, pemuda, dan masyarakat sipil. “Deteksi dini akan efektif jika melibatkan semua unsur. Polisi hadir bukan hanya sebagai penegak hukum, tapi juga fasilitator dan mediator sosial,” jelasnya.
Pembinaan Kebangsaan dan Toleransi Sosial
Salah satu fokus utama kegiatan ini adalah penguatan nilai-nilai kebangsaan di tengah masyarakat. Brigjen Sonny menekankan bahwa pembinaan kebangsaan merupakan investasi jangka panjang dalam menjaga keutuhan NKRI. “Kita harus kembali menanamkan nilai-nilai Pancasila dan semangat Bhinneka Tunggal Ika di semua lapisan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, hingga komunitas,” katanya.
Kepala Kesbangpol Jabar menambahkan, pihaknya secara rutin menggelar kegiatan pembinaan kebangsaan di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat, bekerja sama dengan unsur Forkopimda, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga pendidikan. “Kami percaya bahwa intoleransi bisa dilawan dengan edukasi yang berkesinambungan,” ungkap Wahyu Mijaya.
Partisipasi Peserta Didik Sespimma
Selain Brigjen Pol Sonny Irawan dan Wahyu Mijaya, kegiatan ini turut dihadiri oleh sejumlah pejabat penting di lingkungan Sespim Lemdiklat Polri, antara lain Kakorsis Kombes Pol Suprayitno, S.H., S.I.K., Kombes Pol Taufik Hidayat, S.H., S.I.K., M.Si. selaku pengawas KKP, AKBP Drs. Sabri Manulang, M.Pd., dan Kompol Sunu Prihandoyo, S.T. serta para kepala bidang di lingkungan Bakesbangpol Jawa Barat.
Para peserta Sespimma Angkatan 74 juga berkesempatan berdialog langsung dengan pejabat Kesbangpol untuk membahas strategi integrasi kebijakan publik dan kepolisian dalam konteks keamanan sosial. Mereka memaparkan hasil analisis situasi lapangan terkait isu kebangsaan di berbagai wilayah yang telah menjadi lokasi penelitian mereka sebelumnya.
Sinergitas Berbasis Edukasi dan Literasi Sosial
Dalam sesi tanya jawab, muncul gagasan penting mengenai perlunya pendekatan edukatif dalam menangkal intoleransi. Polri dan Kesbangpol sepakat bahwa pencegahan harus dimulai dari akar pendidikan dan literasi sosial. Hal ini sejalan dengan misi pemerintah dalam membangun masyarakat yang cerdas, beretika, dan menghargai perbedaan.
“Pendidikan karakter dan literasi kebangsaan harus terus diperkuat di sekolah-sekolah. Anak muda perlu disadarkan bahwa perbedaan bukan ancaman, tetapi kekayaan bangsa,” ujar Kombes Pol Suprayitno.
Kesbangpol Jabar pun menegaskan bahwa pihaknya telah menjalankan program Gerakan Moderasi Beragama dan Gerakan Anti Hoaks bekerja sama dengan lembaga pendidikan dan komunitas keagamaan. Program tersebut terbukti mampu menekan angka penyebaran isu intoleran berbasis informasi palsu di dunia maya.
Teknologi dan Data Sebagai Alat Pencegahan
Dalam era digital saat ini, pendekatan pencegahan intoleransi juga membutuhkan dukungan teknologi dan sistem data yang akurat. Polri bersama Kesbangpol berkomitmen untuk mengembangkan basis data bersama yang memuat peta potensi konflik, tingkat toleransi masyarakat, dan dinamika sosial di wilayah Jawa Barat.
“Kita akan mengembangkan sistem monitoring digital yang memungkinkan pelaporan cepat terhadap potensi konflik sosial. Data ini nantinya menjadi rujukan bagi langkah-langkah preventif yang lebih tepat sasaran,” terang Kombes Pol Taufik Hidayat.
Selain itu, Polri juga mengembangkan platform edukatif berbasis aplikasi yang bisa digunakan oleh masyarakat untuk melapor apabila menemukan potensi tindakan intoleran atau ujaran kebencian di media sosial. “Kita tidak hanya mengandalkan tindakan hukum, tetapi juga mengutamakan upaya pencegahan melalui edukasi dan teknologi,” lanjutnya.
Kegiatan KKP sebagai Laboratorium Kepemimpinan
Bagi peserta Sespimma Angkatan 74, kegiatan KKP bukan sekadar pembelajaran akademik, melainkan laboratorium kepemimpinan. Mereka diajak untuk memahami bahwa keamanan dan ketertiban bukan hanya tanggung jawab kepolisian, tetapi hasil sinergi berbagai pemangku kepentingan.
“Melalui kegiatan seperti ini, peserta didik Sespimma belajar langsung bagaimana konsep sinergi antar lembaga diterapkan di lapangan. Ini menjadi bekal penting saat mereka nanti memimpin satuan di wilayahnya masing-masing,” ujar Brigjen Sonny.
Kegiatan KKP juga diisi dengan simulasi penanganan konflik sosial berbasis kasus nyata di wilayah Jawa Barat, seperti penanganan perbedaan pandangan antar kelompok masyarakat, potensi benturan akibat isu politik lokal, serta mekanisme penyelesaian berbasis musyawarah dan hukum positif.
Harapan dan Komitmen ke Depan
Melalui pelaksanaan KKP ini, diharapkan sinergi antara Polri dan Kesbangpol dapat menjadi model kerja sama efektif yang dapat direplikasi di daerah lain. Jawa Barat, sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, memiliki dinamika sosial yang kompleks. Karena itu, kerja sama lintas sektor menjadi kunci dalam menjaga harmoni sosial dan keutuhan NKRI.
“Kegiatan ini diharapkan tidak berhenti pada tataran seremonial, tetapi berlanjut dalam bentuk implementasi nyata di lapangan. Polri dan Kesbangpol harus menjadi motor penggerak dalam memperkuat nilai-nilai toleransi dan nasionalisme di tengah masyarakat,” tegas Brigjen Sonny Irawan.
Kesbangpol Jabar juga menegaskan kesiapannya untuk terus bersinergi dalam setiap program pembinaan masyarakat. “Kami akan terus bekerja sama dengan Polri dalam forum-forum strategis. Kolaborasi ini akan kami perkuat melalui rencana kerja bersama dan tindak lanjut yang terukur,” pungkas Wahyu Mijaya.
Penutup: Menjaga Indonesia dari Akar Toleransi
Kegiatan Kuliah Kerja Profesi Sespimma Angkatan 74 di Kesbangpol Jawa Barat menjadi bukti bahwa pendekatan terpadu antara lembaga keamanan dan pemerintahan sipil adalah kunci dalam menjaga keutuhan bangsa. Sinergitas ini bukan hanya simbol kerja sama kelembagaan, tetapi juga bentuk nyata komitmen bersama untuk melawan intoleransi dan memperkuat persatuan nasional.
Melalui kegiatan ini, Polri dan Kesbangpol menunjukkan bahwa keamanan nasional tidak hanya diukur dari rendahnya angka kriminalitas, tetapi juga dari kuatnya kohesi sosial dan semangat kebangsaan masyarakat. Dengan deteksi dini, pembinaan kebangsaan, dan pendekatan edukatif, diharapkan Indonesia terus berdiri kokoh sebagai negara yang damai, inklusif, dan berkeadaban.
(Redaksi Sumateranewstv. Com)




