Lampung Utara, (Sumateranewstv. Com) — Kondisi yang memprihatinkan terjadi di Kantor Desa Way Wakak, Kecamatan Abung Barat, Kabupaten Lampung Utara. Meskipun anggaran desa yang dikucurkan pemerintah pusat semakin besar setiap tahunnya, namun disiplin kerja aparatur desa di wilayah ini justru memunculkan pertanyaan besar dari masyarakat. Kantor desa yang seharusnya menjadi tempat pelayanan publik utama, ditemukan dalam kondisi tertutup dan kotor pada jam kerja resmi.
Temuan ini menjadi sorotan tajam bagi banyak pihak, termasuk masyarakat, aktivis, dan insan pers yang menilai bahwa fenomena semacam ini mencerminkan lemahnya tanggung jawab aparatur desa terhadap tugasnya sebagai pelayan publik. Kantor desa yang seharusnya menjadi simbol keterbukaan dan pengabdian, justru terlihat sepi dan tidak terurus.
Awak Media Menemukan Kantor Desa Tutup Saat Jam Kerja
Pada hari Senin, 27 Oktober 2025, sekitar pukul 09.19 WIB, tim dari Media Catatan Lampung dan Media Gerbang Sumatera 88 mendatangi Kantor Desa Way Wakak untuk melakukan pemantauan kegiatan pelayanan masyarakat. Namun, pemandangan yang mereka temukan sungguh tidak sesuai harapan. Kantor desa terlihat tertutup rapat tanpa satu pun aparatur yang hadir di lokasi.
Selama kurang lebih 40 menit, awak media menunggu di depan kantor desa hingga pukul 10.00 WIB, namun tak tampak satu pun pegawai pemerintah desa, termasuk kepala desa. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan besar: ke mana seluruh aparatur desa pergi di saat seharusnya mereka melayani masyarakat?
Beberapa warga yang melintas juga terlihat heran melihat kondisi kantor yang kosong. Bahkan, sebagian warga menyampaikan bahwa situasi seperti itu bukanlah hal baru. Kantor desa sering kali buka tidak sesuai jadwal, dan warga lebih sering mendatangi rumah kepala desa untuk mengurus administrasi ketimbang ke kantor resmi.
Upaya Konfirmasi ke Kepala Desa Tidak Berhasil
Setelah menunggu cukup lama di lokasi tanpa hasil, awak media mencoba melakukan konfirmasi langsung ke rumah Kepala Desa Way Wakak, Doni, yang tidak jauh dari lokasi kantor desa. Namun lagi-lagi, yang bersangkutan tidak ada di tempat.
Tak ingin berasumsi sepihak, tim media kemudian meninggalkan lokasi dan mencoba kembali ke kantor desa sekitar pukul 11.00 WIB. Namun, situasi masih sama: kantor desa tetap tertutup dan tidak ada aktivitas sama sekali.
Pada pukul 12.18 WIB, awak media mencoba menghubungi Kepala Desa Doni melalui aplikasi WhatsApp di nomor 0822xxxxxx93 untuk meminta klarifikasi. Pesan tersebut tidak mendapatkan respons. Beberapa menit kemudian, tepatnya pukul 12.23 WIB, Kepala Desa Doni akhirnya menghubungi balik dan memberikan penjelasan singkat.
Dalam percakapan via telepon, Doni mengatakan bahwa dirinya sedang mengikuti upacara di SD dekat kantor desa pada pukul 08.00 WIB, dan setelah itu langsung menghadiri rapat di Kantor Kecamatan Abung Barat. Namun sayangnya, ia tidak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai kehadiran perangkat desa lainnya di kantor.
Kantor Masih Sepi dan Tidak Terurus di Hari Lain
Tidak berhenti sampai di situ, pada hari Kamis, 30 Oktober 2025, sekitar pukul 08.30 WIB, awak media kembali mendatangi kantor desa tersebut untuk memastikan kebenaran penjelasan kepala desa. Kali ini pintu kantor memang terbuka, tetapi suasananya tetap sepi. Tidak terlihat ada satu pun aparatur desa yang tengah bekerja di ruang pelayanan maupun di sekitar kantor.
Selain sepi, kondisi kantor juga tampak kurang terurus. Beberapa bagian terlihat berdebu, halaman penuh daun kering, dan beberapa perabot tampak tidak tertata. Kondisi ini memunculkan kesan bahwa kantor tersebut jarang digunakan secara optimal untuk kegiatan administrasi pemerintahan maupun pelayanan masyarakat.
“Kalau dibiarkan seperti ini terus, bagaimana masyarakat bisa terlayani dengan baik? Mereka semua digaji oleh negara, seharusnya melayani masyarakat dengan disiplin dan tanggung jawab,” ujar salah satu warga yang kebetulan berada di sekitar lokasi dan enggan disebut namanya.
Pengakuan Warga: Kantor Jarang Sekali Buka
Warga lain yang berhasil ditemui media juga mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, kantor desa Way Wakak memang jarang buka secara rutin. Ketika ada kebutuhan mendesak seperti mengurus surat keterangan, warga lebih memilih datang langsung ke rumah kepala desa.
“Kantor desa ini emang jarang buka, bang. Kalau kami ada urusan, biasanya langsung ke rumah kepala desa aja. Dekat kok dari sini,” ungkap seorang warga dengan nada pasrah.
Kondisi semacam ini tentu memprihatinkan, sebab kantor desa seharusnya menjadi tempat resmi bagi seluruh aktivitas pelayanan publik. Ketika masyarakat tidak dapat mengandalkan kantor desa, maka wibawa pemerintahan desa akan menurun dan kepercayaan publik pun ikut terkikis.
Disiplin Aparatur Desa Harus Dibenahi
Disiplin aparatur pemerintah desa menjadi isu serius yang kerap kali diabaikan. Padahal, mereka merupakan garda terdepan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat di tingkat paling bawah. Kedisiplinan waktu, etika kerja, serta tanggung jawab moral menjadi tolok ukur utama keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan desa.
Menurut pengamat kebijakan publik, fenomena seperti yang terjadi di Way Wakak adalah cerminan lemahnya pengawasan dari pihak kecamatan maupun kabupaten. Seharusnya, perangkat desa memiliki jadwal kerja yang ketat dan dipantau secara rutin agar pelayanan kepada masyarakat berjalan dengan baik.
Selain itu, kepala desa memiliki tanggung jawab moral dan administratif untuk memastikan seluruh aparatur bekerja sesuai aturan. Pemerintah desa juga wajib menerapkan sistem absensi dan laporan harian kerja untuk memantau produktivitas pegawai.
Regulasi yang Mengatur Jam Kerja Aparatur Desa
Pelanggaran terhadap jam kerja aparatur pemerintah desa sebenarnya telah diatur dalam Pasal 30 Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa perangkat desa yang melanggar kewajiban, termasuk tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab, dapat dikenai sanksi administratif.
Jenis sanksi administratif tersebut meliputi teguran lisan, teguran tertulis, hingga pemberhentian sementara. Jika pelanggaran dilakukan secara berulang tanpa perbaikan, maka dapat dilakukan pemberhentian tetap sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
Dengan demikian, kasus seperti di Desa Way Wakak seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah. Tidak hanya soal keterlambatan atau ketidakhadiran, tetapi juga terkait etos kerja dan kesadaran aparatur untuk melayani masyarakat.
Perlu Evaluasi dan Pengawasan dari Pemerintah Daerah
Dalam konteks ini, Bupati Lampung Utara bersama Inspektorat Daerah dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) seharusnya turun tangan melakukan evaluasi mendalam terhadap kinerja pemerintah desa Way Wakak. Pengawasan yang konsisten akan memastikan agar aparatur desa tidak menyalahgunakan jabatan dan tanggung jawab publik yang telah diberikan.
Pemerintah kabupaten juga diharapkan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah kantor desa, khususnya yang berada di wilayah pedesaan dengan tingkat disiplin rendah. Hal ini penting untuk memastikan pelayanan publik benar-benar berjalan sesuai standar.
Selain itu, masyarakat juga memiliki hak untuk melaporkan kelalaian atau pelanggaran yang dilakukan oleh aparat desa. Melalui mekanisme pengaduan publik yang terbuka, warga bisa berperan aktif dalam mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih dan akuntabel di tingkat desa.
Dampak Sosial dan Moralitas Aparatur Desa
Kasus ini juga membawa dampak sosial yang cukup besar di tengah masyarakat. Ketika kantor desa tidak berfungsi optimal, masyarakat menjadi kehilangan rasa percaya terhadap pemerintah. Bahkan, beberapa warga mulai bersikap apatis terhadap kegiatan pembangunan yang digagas desa karena merasa tidak dilibatkan dan tidak mendapatkan pelayanan yang layak.
Lebih jauh, hal ini juga dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan menurunkan motivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa. Jika dibiarkan berlarut-larut, potensi konflik sosial bisa muncul, apalagi bila masyarakat menilai adanya ketidakadilan dalam penggunaan dana desa.
Dari sisi moralitas, aparatur desa sejatinya adalah pelayan masyarakat, bukan penguasa. Jabatan yang mereka emban merupakan amanah yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Ketika mereka lalai, maka kepercayaan publik yang sudah dibangun selama ini bisa runtuh dalam sekejap.
Tuntutan dan Harapan Masyarakat
Melihat kondisi yang terjadi, masyarakat Way Wakak berharap agar Bupati Lampung Utara dan pihak terkait segera mengambil tindakan tegas terhadap kepala desa dan aparatur yang lalai menjalankan tugasnya. Tindakan disipliner perlu dilakukan bukan hanya untuk memberikan efek jera, tetapi juga untuk menjaga marwah pemerintahan desa.
“Kalau tidak ditegur, nanti desa lain bisa meniru. Lama-lama pelayanan masyarakat makin buruk,” ujar seorang tokoh masyarakat dengan nada kecewa.
Selain sanksi, masyarakat juga berharap adanya pembinaan dan pendampingan dari pihak kecamatan agar aparatur desa memahami kembali tugas pokok dan fungsinya. Pelatihan disiplin kerja, manajemen pelayanan publik, serta tata kelola administrasi perlu terus ditingkatkan.
Apabila tidak ada tindakan konkret, dikhawatirkan kasus seperti ini akan terus berulang di desa-desa lain. Sebab, tanpa pengawasan dan ketegasan dari pemerintah daerah, aparatur desa akan merasa bebas bertindak tanpa konsekuensi hukum yang jelas.
Penutup: Pentingnya Integritas Pemerintahan Desa
Kisah Kantor Desa Way Wakak yang tutup saat jam kerja bukan hanya cerita kecil tentang kelalaian pegawai desa, tetapi juga menjadi cermin betapa pentingnya membangun kembali integritas dan etika kerja aparatur di tingkat paling bawah pemerintahan.
Desa merupakan ujung tombak pelayanan publik. Setiap program pemerintah, mulai dari bantuan sosial, administrasi kependudukan, hingga pembangunan infrastruktur, semuanya bermuara di desa. Jika kantor desa tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka seluruh sistem pelayanan publik akan terganggu.
Pemerintah pusat melalui Kemendagri sudah berulang kali menegaskan pentingnya reformasi birokrasi di tingkat desa. Salah satunya melalui penerapan sistem kerja berbasis digital, absensi elektronik, dan pelaporan berbasis daring. Namun, semua itu tidak akan berhasil tanpa komitmen dari para kepala desa dan perangkatnya.
Sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Lampung Utara melakukan langkah konkret dan berani: menegakkan disiplin, memberikan sanksi, dan menanamkan kembali nilai-nilai pelayanan publik kepada seluruh aparatur desa.
Dengan demikian, kejadian serupa seperti di Way Wakak tidak akan terulang di masa mendatang. Karena pada akhirnya, pemerintahan yang baik tidak hanya dilihat dari besar anggaran yang dikelola, tetapi dari seberapa besar dedikasi mereka dalam melayani rakyatnya.
Laporan: Deki & Tim
Editor: Redaksi Sumateranewstv.com




