KRIMINALISASI LSM TRINUSA: SIDANG DI PENGADILAN NEGERI CIKARANG UNGKAP FAKTA TAK ADA KETERLIBATAN H. RAHMAT GUNASIN

Cikarang, (Sumateranewstv. Com) 13 Oktober 2025 – Sidang perkara dugaan pungutan liar (pungli) yang menyeret nama H. Rahmat Gunasin alias H. Boksu, Ketua Umum LSM TRINUSA (Triga Nusantara Indonesia), kembali digelar di Pengadilan Negeri Cikarang. Fakta-fakta terbaru yang terungkap di persidangan justru memperlihatkan bahwa tidak ada satu pun bukti kuat yang mengaitkan H. Rahmat Gunasin dengan perbuatan pidana sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Persidangan yang telah berlangsung selama beberapa pekan terakhir menarik perhatian publik, terutama karena kasus ini dinilai sarat muatan politis dan mencederai asas keadilan. Dalam proses hukum yang sedang berjalan, muncul berbagai fakta dan kesaksian yang semakin memperjelas bahwa tuduhan terhadap Ketua Umum TRINUSA tidak memiliki dasar yang kuat, bahkan terkesan dipaksakan.

DALIL JAKSA TAK DIDUKUNG BUKTI KUAT

Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum mendalilkan adanya kegiatan pungutan di kawasan Pasar SGC Cikarang yang dikaitkan dengan nama LSM TRINUSA. Namun, tidak ada satu pun saksi yang secara langsung menyebut atau membuktikan bahwa pungutan itu dilakukan atas perintah atau arahan dari H. Rahmat Gunasin. Seluruh saksi yang dihadirkan justru menyebut bahwa kegiatan tersebut dilakukan secara spontan oleh kelompok masyarakat setempat tanpa melibatkan pimpinan pusat organisasi.

Fakta ini menguatkan keyakinan tim pembela bahwa perkara yang menimpa H. Rahmat Gunasin hanyalah bentuk kriminalisasi terhadap pimpinan lembaga swadaya masyarakat yang selama ini aktif mengkritisi berbagai kebijakan publik. Bahkan, dari berbagai bukti dokumen yang diajukan ke majelis hakim, tidak ditemukan satupun bukti transaksi keuangan, aliran dana, maupun surat perintah yang mengindikasikan adanya keterlibatan langsung H. Rahmat Gunasin.

PELANGGARAN PROSEDURAL DALAM PENEGAKAN HUKUM

Tim pembela menyoroti fakta mencolok dalam proses hukum yang dijalankan. Penangkapan terhadap H. Rahmat Gunasin dilakukan tanpa surat pemanggilan resmi sebagaimana diatur dalam Pasal 112 Ayat (1) KUHAP. Tidak ada surat panggilan untuk klarifikasi, tidak ada pemberitahuan resmi, dan tidak ada penyelidikan awal yang melibatkan pihak bersangkutan. Tindakan penangkapan yang tiba-tiba dan tanpa prosedur ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan asas due process of law.

“Klien kami ditangkap tanpa adanya surat panggilan resmi dan tanpa pemeriksaan pendahuluan. Tindakan ini tidak hanya melanggar KUHAP, tapi juga merusak citra penegakan hukum di Indonesia. Kami melihat adanya indikasi kuat kriminalisasi terhadap tokoh masyarakat yang selama ini dikenal vokal dan kritis terhadap kebijakan publik,”

ujar Rezza Wiharta, S.H., M.H., C.L.A., kuasa hukum H. Rahmat Gunasin dari MRWP Law Firm.

KEGIATAN IURAN BUKAN PROGRAM RESMI ORGANISASI

LSM TRINUSA dalam pernyataannya menegaskan bahwa kegiatan yang disebut “pungutan” di media hanyalah bentuk iuran sukarela antar pedagang di lingkungan Pasar SGC Cikarang. Iuran itu digunakan untuk menjaga kebersihan, keamanan, serta jasa angkut lapak atau dolak, bukan untuk kepentingan organisasi. Bahkan, kegiatan tersebut tidak pernah menjadi program resmi LSM TRINUSA, melainkan inisiatif pribadi sejumlah warga pasar yang berkoordinasi dengan lingkungan setempat.

TRINUSA sendiri merupakan organisasi berbadan hukum sah, terdaftar dengan SK Kemenkumham Nomor AHU-0003259.AH.01.07.2024. Dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)-nya, TRINUSA berfokus pada kegiatan sosial, kepedulian lingkungan, pemberdayaan masyarakat, serta kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah. Dengan demikian, segala bentuk tindakan individu di lapangan tidak bisa serta-merta dianggap sebagai kebijakan organisasi.

“Kami ini lembaga resmi yang fokus pada kegiatan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Kalau ada oknum yang mencatut nama TRINUSA untuk kepentingan pribadi, tentu kami akan tindak secara tegas. Tapi jangan sampai lembaga sah seperti kami dikriminalisasi karena tindakan oknum yang bahkan tidak mendapat restu organisasi,”

tegas H. Rahmat Gunasin di hadapan wartawan usai sidang.

AHLI SOSIOLOGI HUKUM: “HUKUM TUMBUH DI TENGAH MASYARAKAT”

Pada sidang berikutnya, Jaksa menghadirkan seorang ahli sosiologi hukum yang justru memperkuat pembelaan terdakwa. Dalam pandangan ahli tersebut, kegiatan iuran sosial di pasar tradisional seperti SGC Cikarang merupakan bagian dari hukum sosial yang tumbuh dan diakui dalam masyarakat. Fenomena semacam ini tidak bisa serta-merta dikategorikan sebagai tindak pidana, selama dilakukan tanpa paksaan dan bertujuan untuk kepentingan bersama.

“Dalam sosiologi hukum, kita mengenal konsep living law, yaitu hukum yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Ketika masyarakat berinisiatif mengatur diri mereka sendiri melalui mekanisme iuran untuk menjaga kebersihan, keamanan, dan ketertiban, hal itu justru menunjukkan adanya kesadaran hukum sosial yang baik,”

ujar ahli tersebut di depan majelis hakim.

Pernyataan ahli ini sejalan dengan pengakuan sejumlah pedagang yang menyebutkan bahwa iuran dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan, dan hasilnya digunakan untuk kepentingan bersama. Fakta ini sekaligus membantah dakwaan jaksa yang menyebut kegiatan tersebut sebagai bentuk pemerasan atau pungutan liar.

FAKTA PERSIDANGAN YANG TERUNGKAP

Selama proses persidangan berlangsung, sejumlah fakta penting terungkap di ruang sidang Pengadilan Negeri Cikarang:

  • Tidak ditemukan aliran dana ke rekening pribadi H. Rahmat Gunasin.
  • Tidak ada perintah tertulis atau lisan dari Ketua Umum kepada siapa pun untuk melakukan pungutan.
  • Tidak ada satu pun saksi korban yang mengaku diperas atau merasa dirugikan.
  • Iuran dilakukan sukarela, dengan kesepakatan bersama antar pedagang pasar untuk menjaga kebersihan dan keamanan.
  • Penggunaan dana iuran dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka di lingkungan pasar.

Dengan temuan fakta-fakta tersebut, semakin jelas bahwa perkara ini seharusnya tidak layak dilanjutkan ke tahap penuntutan, karena tidak terpenuhinya unsur-unsur pidana sebagaimana didakwakan oleh JPU.

PENGAMAT HUKUM: “KASUS INI PRESIDEN BURUK UNTUK KEBEBASAN ORGANISASI”

Pengamat hukum dan Ketua Ormas Lingkar Peduli Anak Negeri, Andre Pelawi, memberikan pandangan kritis terhadap kasus ini. Menurutnya, upaya penegakan hukum yang menyasar pimpinan organisasi masyarakat tanpa bukti kuat merupakan ancaman serius bagi kebebasan berserikat yang dijamin oleh konstitusi.

“Tanggung jawab pidana itu bersifat pribadi, tidak bisa dibebankan kepada organisasi atau pimpinannya, kecuali ada bukti jelas bahwa perintah datang dari atas. Dalam kasus ini, semua fakta menunjukkan tidak ada keterlibatan Ketua Umum. Maka, yang seharusnya diproses adalah individu yang terbukti melanggar, bukan organisasi secara keseluruhan,”

ujar Andre.

Ia menambahkan bahwa kriminalisasi terhadap lembaga masyarakat seperti TRINUSA dapat menciptakan efek jera bagi organisasi lain yang selama ini berperan aktif mengawasi kebijakan publik. Padahal, fungsi sosial LSM justru sangat penting dalam menjaga keseimbangan antara kekuasaan dan kepentingan rakyat.

HARAPAN KEPADA MAJELIS HAKIM

Tim kuasa hukum TRINUSA berharap majelis hakim Pengadilan Negeri Cikarang dapat menegakkan hukum berdasarkan nurani, fakta, dan asas keadilan, bukan berdasarkan tekanan politik ataupun opini publik. Mereka percaya bahwa majelis hakim yang independen akan melihat dengan jernih bahwa seluruh unsur pasal yang didakwakan tidak terpenuhi.

“Kami yakin majelis hakim akan mengambil keputusan yang berlandaskan fakta, bukan asumsi. Tidak ada satu pun unsur yang terpenuhi, baik unsur perintah, unsur paksaan, maupun unsur kerugian. Maka, satu-satunya putusan yang adil adalah pembebasan bagi H. Rahmat Gunasin,”

kata Rezza Wiharta, S.H., M.H., C.L.A. dengan tegas.

Pembebasan terhadap H. Rahmat Gunasin, menurutnya, tidak hanya menyelamatkan nama baik pribadi sang tokoh, tetapi juga menjaga marwah lembaga peradilan dari intervensi dan kepentingan tertentu.

TRINUSA: LEMBAGA YANG TETAP KONSISTEN MENGAWAL KEBENARAN

Di tengah kasus yang menimpa pimpinannya, TRINUSA tetap berkomitmen menjalankan fungsi sosial dan kontrol kebijakan publik. Organisasi ini menegaskan akan terus berjuang membela kepentingan masyarakat bawah, terutama dalam hal transparansi penggunaan anggaran daerah, pelanggaran hukum, serta ketimpangan sosial yang masih terjadi.

Sejumlah cabang TRINUSA di berbagai provinsi bahkan telah menyampaikan dukungan moral terhadap Ketua Umum mereka. Mereka menilai, kriminalisasi terhadap H. Rahmat Gunasin adalah upaya membungkam suara kritis organisasi yang selama ini berani menyoroti berbagai penyimpangan.

PENUTUP: SERUAN KEADILAN UNTUK MASYARAKAT CIKARANG

Kasus ini bukan sekadar persoalan hukum, tetapi juga persoalan moral dan keadilan sosial. TRINUSA mengajak seluruh elemen masyarakat Cikarang untuk tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi negatif yang menyesatkan. Proses hukum yang sedang berjalan harus dihormati, namun juga harus dikawal agar tetap berada di jalur kebenaran dan keadilan.

“Kami mohon doa dan dukungan masyarakat. Jangan biarkan hukum dijadikan alat untuk menekan rakyat kecil atau tokoh masyarakat yang tulus memperjuangkan kepentingan publik,”

ujar H. Rahmat Gunasin dengan nada haru.

Ia menegaskan bahwa perjuangan untuk menegakkan keadilan akan terus dilanjutkan, dan kebenaran pada akhirnya akan menang meskipun tertunda. Tim kuasa hukum yang terdiri dari Rezza Wiharta, S.H., M.H., C.L.A., Ade Purnama, S.H., M.H., Azizun Gatot Subroto, S.H., Achmad Solehudin, S.H., dan Argha Yudistira, S.H., M.H. menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.

TRINUSA percaya bahwa Pengadilan Negeri Cikarang akan memutus perkara ini dengan bijaksana, berdasarkan bukti nyata dan rasa keadilan, bukan tekanan eksternal. Harapan besar masyarakat kini tertuju pada integritas majelis hakim dalam memberikan putusan yang berpihak pada kebenaran dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Reporter: Tim Redaksi SumateraNewsTV

Editor: Redaksi Sumateranewstv. Com.