Dugaan Pelecehan oleh Oknum Staf MAN 1 Kotabumi Berinisial SDC Menyita Perhatian Publik

Lampung Utara, (Sumateranewstv. Com)– Kasus dugaan pelecehan dan penipuan yang melibatkan oknum staf Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Kotabumi berinisial SDC terhadap seorang siswi di bawah umur, NA (16), kembali menjadi sorotan publik. Kasus ini memantik keprihatinan luas di masyarakat Lampung, khususnya di kalangan dunia pendidikan dan pemerhati perlindungan anak.

Informasi yang beredar menyebutkan bahwa SDC diduga melakukan tindakan pelecehan terhadap NA dengan dalih akan menikahinya. Namun, setelah menjalani pernikahan selama sekitar satu bulan, SDC justru menggugat cerai NA tanpa alasan yang jelas. Tindakan ini dianggap tidak hanya melukai perasaan korban, tetapi juga mencoreng nama baik lembaga pendidikan tempat SDC bekerja.

Kronologi Kasus: Dari Janji Pernikahan hingga Gugatan Cerai

Berdasarkan penelusuran SumateraNewsTV, kasus ini bermula ketika SDC, yang merupakan staf honorer di MAN 1 Kotabumi, menjalin hubungan dekat dengan NA. Dalam hubungan tersebut, SDC dikabarkan sering mengumbar janji untuk menikahi NA. Janji itu akhirnya terwujud, namun hanya berlangsung singkat. Setelah satu bulan lebih menjalani kehidupan rumah tangga, SDC tiba-tiba melayangkan gugatan cerai tanpa alasan yang jelas kepada NA.

Pihak keluarga korban mengaku sangat terpukul dan kecewa atas sikap SDC. Mereka menilai, tindakan SDC tidak hanya mempermainkan perasaan anak mereka, tetapi juga menghancurkan masa depan NA yang masih duduk di bangku sekolah. Menurut keterangan keluarga, NA saat ini mengalami trauma berat dan enggan kembali bersekolah.

Upaya Konfirmasi Media dan Tanggapan Sekolah

Menindaklanjuti kasus ini, tim media dari Komite Wartawan Indonesia Pusat (KWIP) mendatangi sekolah tempat SDC bekerja untuk meminta klarifikasi. Namun, saat itu kepala sekolah tidak berada di tempat. Tim hanya berhasil bertemu dengan Kepala Tata Usaha (TU) MAN 1 Kotabumi, Soni, yang menyatakan bahwa dirinya tidak dapat memberikan keterangan lebih lanjut karena masalah tersebut sudah ditangani langsung oleh Kementerian Agama (Kemenag).

Masalah ini sudah ditangani oleh pihak Kemenag, jadi kami tidak bisa memberikan pernyataan resmi sebelum ada hasil dari mereka,” ujar Soni saat ditemui awak media.

Ia juga menjelaskan bahwa SDC telah bekerja sebagai tenaga honorer di MAN 1 Kotabumi sejak tahun 2022. Namun, ketika diminta nomor telepon kepala sekolah untuk konfirmasi lebih lanjut, Soni menolak dengan alasan tidak menyimpan kontak tersebut.

Reaksi Publik dan Dukungan untuk Korban

Kasus ini memicu reaksi keras dari masyarakat Lampung Utara. Berbagai pihak, termasuk aktivis perlindungan anak dan lembaga sosial, menyerukan agar Kemenag dan pihak berwenang menindak tegas oknum tersebut. Mereka menilai bahwa perbuatan SDC tidak hanya mencoreng institusi pendidikan Islam, tetapi juga melanggar nilai-nilai moral dan hukum.

Banyak pihak menyoroti bahwa hubungan antara seorang staf sekolah dengan siswi di bawah umur jelas merupakan pelanggaran etika berat, terlebih jika disertai dengan unsur manipulasi dan pemaksaan. Aktivis perempuan di Lampung menegaskan bahwa kasus ini harus dijadikan pelajaran bagi seluruh institusi pendidikan untuk lebih memperketat pengawasan terhadap interaksi antara tenaga pendidik dan peserta didik.

Harapan Korban dan Keluarga terhadap Kemenag

Keluarga korban, melalui kuasa hukum mereka, telah melaporkan kasus ini ke Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Provinsi Lampung. Mereka berharap agar Kemenag meninjau kembali status kepegawaian SDC yang diduga tengah mengajukan status sebagai tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

“Kami berharap agar Kemenag mempertimbangkan ulang status SDC. Orang yang berperilaku tidak manusiawi seperti itu tidak pantas menjadi bagian dari sistem pemerintahan, apalagi di lembaga pendidikan,” ujar salah satu anggota keluarga NA dengan nada kecewa.

Pernyataan dari Pihak Sekolah: Mediasi Masih Berlangsung

Melalui sambungan telepon, Plt. Kepala MAN 1 Kotabumi, Nasir, memberikan klarifikasi kepada awak media. Ia menyebutkan bahwa saat ini pihak sekolah masih menunggu hasil mediasi antara kedua belah pihak yang difasilitasi oleh Kemenag dan Kanwil Kemenag Lampung.

Saat ini sedang dalam masa mediasi antara kedua belah pihak. Kami menunggu hasilnya dari Kemenag dan Kanwil Lampung. Nanti kalau sudah ada keputusan resmi, akan kami sampaikan kepada rekan-rekan media,” ujar Nasir.

Nasir juga menambahkan bahwa status SDC hingga kini masih sebagai tenaga honorer dan belum resmi menjadi P3K. “SDC memang diangkat sebagai honorer gelombang kedua sejak tahun 2022, tapi belum bisa dikatakan P3K karena belum menerima SK,” tegasnya.

Analisis: Tantangan Etika dan Disiplin di Lembaga Pendidikan

Kasus seperti ini menimbulkan pertanyaan besar tentang sistem pengawasan dan pembinaan tenaga pendidik di lingkungan madrasah. Kemenag sebagai lembaga pembina pendidikan agama diharapkan tidak hanya menindak tegas pelaku, tetapi juga memperkuat sistem pembinaan moral bagi para guru dan staf.

Sejumlah pengamat pendidikan menilai bahwa kasus ini merupakan cerminan lemahnya pengawasan terhadap tenaga pendidik non-PNS yang kerap kali tidak melalui seleksi moral dan psikologis yang ketat. Mereka mendesak agar pemerintah melakukan reformasi kebijakan perekrutan dan pembinaan tenaga honorer di lembaga pendidikan di bawah naungan Kemenag.

Selain itu, lembaga pendidikan juga diminta untuk menerapkan kode etik dan pedoman perilaku yang lebih tegas, serta memberikan pelatihan tentang perlindungan anak dan etika profesi kepada seluruh staf dan pengajar. Dengan demikian, kasus serupa tidak terulang kembali di masa depan.

Suara dari Aktivis dan Pemerhati Anak

Menurut Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Provinsi Lampung, kasus ini dapat dikategorikan sebagai bentuk eksploitasi terhadap anak di bawah umur. Ketua LPAI Lampung menegaskan bahwa meskipun terjadi pernikahan secara sah, apabila terdapat unsur manipulasi, tekanan, atau ketidaksetaraan usia dan kedewasaan, maka tindakan tersebut tetap merupakan pelanggaran terhadap hak anak.

Jika benar NA masih berusia 16 tahun saat pernikahan berlangsung, maka secara moral dan hukum, tindakan itu sangat tidak pantas. Apalagi jika diikuti dengan perilaku menelantarkan atau menggugat cerai tanpa alasan yang jelas,” ujar perwakilan LPAI.

Pihak LPAI juga mendesak aparat penegak hukum untuk menelusuri apakah terdapat pelanggaran hukum lain dalam kasus ini, termasuk kemungkinan adanya unsur penipuan, pemalsuan dokumen, atau pernikahan yang dilakukan tanpa persetujuan sah dari wali dan pihak berwenang.

Respon Kemenag dan Langkah Penegakan Disiplin

Menanggapi laporan tersebut, pihak Kemenag Lampung menyatakan akan melakukan investigasi internal dan berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Provinsi untuk menindaklanjuti laporan dari keluarga korban. Proses mediasi yang tengah berjalan diharapkan dapat menghasilkan kejelasan dan keadilan bagi kedua belah pihak.

Kemenag menegaskan bahwa setiap tenaga pendidik maupun staf di lingkungan madrasah wajib menjunjung tinggi nilai moral, akhlak, dan tanggung jawab sosial. Jika terbukti melakukan pelanggaran berat, maka sanksi administratif maupun pidana akan diberlakukan sesuai ketentuan yang berlaku.

Kesimpulan: Harapan Keadilan untuk Korban dan Reformasi Pendidikan

Kasus dugaan pelecehan dan penipuan oleh oknum staf MAN 1 Kotabumi ini menjadi cermin penting bagi dunia pendidikan di Indonesia. Peristiwa ini menunjukkan bahwa integritas moral seorang pendidik tidak kalah penting dari kemampuan akademis. Apalagi ketika menyangkut keselamatan dan masa depan anak di bawah umur.

Publik kini menanti hasil mediasi dan langkah tegas dari Kemenag Lampung dalam menangani kasus ini. Masyarakat berharap agar proses hukum dan disiplin dijalankan secara transparan tanpa intervensi. Bagi NA dan keluarganya, perjuangan untuk mendapatkan keadilan masih panjang, namun dukungan dari masyarakat dan media diharapkan dapat menjadi penguat di tengah luka yang mendalam.

SumateraNewsTV akan terus memantau perkembangan kasus ini dan menyampaikan informasi terbaru kepada publik agar proses hukum berjalan secara terbuka dan berkeadilan.

Reporter: Anjori | Editor: Tim SumateraNewsTV