Lampung Utara, (Sumateranewstv. Com) – Gelombang kecaman terus berdatangan terkait dugaan intimidasi yang dialami seorang wartawan di Kabupaten Lampung Utara. Kali ini, Dewan Pengurus Pusat Komite Wartawan Indonesia Perjuangan (DPP KWIP) dengan tegas menyuarakan sikap kerasnya terhadap tindakan tersebut. Kejadian yang diduga dilakukan oleh oknum anggota DPRD setempat dinilai telah mencederai semangat kebebasan pers dan mencoreng marwah demokrasi. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Sekretaris Umum DPP KWIP, Fran Klin, pada Sabtu (28/9/2025).
Menurut Fran, kejadian ini merupakan insiden serius yang tidak boleh dianggap sepele. Intimidasi terhadap wartawan bukan hanya bentuk pelecehan profesi, tetapi juga pelanggaran terhadap hak-hak yang telah dijamin undang-undang. Ia menegaskan bahwa jika terbukti benar, maka tindakan tersebut bisa berujung pada proses hukum.
“Jika dugaan intimidasi ini terbukti benar adanya, tentunya oknum anggota DPRD tersebut dapat tersandung hukum. Semestinya dia tahu bahwa jurnalis merupakan pekerjaan yang dilindungi hak-haknya oleh hukum. Terlebih, oknum tersebut semestinya dapat menempuh cara-cara yang baik, bila berkaitan dengan tulisan seorang wartawan,” tegas Fran.
Kekecewaan Atas Sikap Seorang Wakil Rakyat
Lebih lanjut, Fran mengaku sangat menyayangkan peristiwa ini. Menurutnya, seorang anggota DPRD yang notabene wakil rakyat seharusnya berperan sebagai pengayom dan penengah di tengah masyarakat, bukan justru melakukan tindakan yang berpotensi melukai profesi wartawan. Ia menekankan, wakil rakyat mestinya memiliki kecakapan intelektual serta kebijaksanaan dalam menghadapi kritik ataupun pemberitaan di media.
“Seseorang wakil rakyat atau anggota dewan itu adalah orang-orang yang intelektual dan pengayom masyarakat. Wakil rakyat semestinya dapat mencari solusi dan menengahi isu-isu yang terjadi, bukan malah memperkeruh suasana. Terlebih persoalan yang menjadi pemicu adalah pemberitaan oleh seorang wartawan,” imbuh Fran.
Jurnalis Dilindungi Undang-Undang
Fran kemudian mengingatkan kembali bahwa profesi wartawan memiliki landasan hukum yang jelas. Perlindungan bagi jurnalis diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang-undang ini memberikan jaminan bagi wartawan untuk menjalankan tugas jurnalistiknya tanpa adanya tekanan maupun ancaman dari pihak manapun.
“Kejadian ini dapat menjadi pengingat, bahwa wartawan atau jurnalis adalah pekerjaan mulia. Pers merupakan salah satu pilar demokrasi yang dianut negara kita di Indonesia. Oleh sebab itu, person dari seorang wartawan dapat juga kita istilahkan sebagai masyarakat istimewa, sehingga tidak bisa diperlakukan sembarangan. Jangan mudah melakukan pelanggaran terhadap wartawan,” ujar Fran, yang juga dikenal sebagai penggiat jurnalistik dan lulusan program komunikasi di London School of Public Relations (LSPR).
Latar Belakang Dugaan Intimidasi
Sebelumnya, kasus dugaan intimidasi terhadap wartawan ini mencuat ke publik setelah adanya pemberitaan yang menyoroti sebuah kegiatan di Kabupaten Lampung Utara. Oknum anggota DPRD tersebut diduga keberatan dengan isi berita yang memuat namanya. Alih-alih menggunakan mekanisme hak jawab sebagaimana diatur dalam undang-undang pers, oknum tersebut justru memilih cara-cara yang diduga mengandung intimidasi terhadap wartawan.
Peristiwa ini langsung mendapat sorotan luas, baik dari kalangan media, organisasi profesi wartawan, maupun masyarakat sipil. Mereka menilai bahwa kasus semacam ini berpotensi mengancam kebebasan pers jika tidak ditangani secara serius.
Reaksi dari Kalangan Jurnalis
Banyak wartawan di Lampung Utara dan daerah lainnya menyatakan keprihatinannya. Mereka khawatir bahwa kejadian ini bisa menimbulkan efek domino berupa rasa takut bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Padahal, wartawan memiliki fungsi vital dalam menyampaikan informasi yang benar dan berimbang kepada masyarakat.
Sejumlah jurnalis lokal bahkan mendesak agar aparat penegak hukum turun tangan untuk menindaklanjuti laporan dan memastikan kasus ini tidak dibiarkan begitu saja. Menurut mereka, jika dibiarkan, peristiwa intimidasi bisa terus berulang di masa depan.
DPP KWIP Serukan Penguatan Solidaritas
Atas peristiwa ini, DPP KWIP menyerukan pentingnya solidaritas antar jurnalis dan organisasi pers di seluruh Indonesia. Fran menekankan bahwa kekuatan pers akan semakin terjaga bila wartawan saling mendukung dalam menghadapi ancaman yang mengganggu kebebasan mereka.
“Kita tidak boleh lengah. Solidaritas antar wartawan harus terus diperkuat. Dengan begitu, wartawan tidak akan mudah ditindas atau diintimidasi oleh pihak manapun. Mari kita jaga marwah profesi ini bersama-sama,” tuturnya.
Pentingnya Edukasi Hukum bagi Pejabat Publik
Kecaman DPP KWIP juga disertai dengan ajakan untuk meningkatkan pemahaman hukum bagi para pejabat publik, termasuk anggota legislatif. Menurut Fran, banyaknya kasus yang melibatkan perselisihan antara pejabat dan wartawan terjadi karena minimnya pemahaman terhadap regulasi pers dan hak-hak wartawan.
“Pejabat publik seharusnya paham tentang Undang-Undang Pers. Jika merasa dirugikan oleh pemberitaan, ada mekanisme hak jawab atau klarifikasi yang bisa ditempuh. Bukan dengan cara intimidasi. Inilah yang harus terus kita edukasikan,” jelasnya.
Penutup
Kecaman dari DPP KWIP ini menambah daftar panjang suara publik yang menolak segala bentuk intimidasi terhadap wartawan. Kasus di Lampung Utara ini diharapkan dapat menjadi momentum penting untuk memperkuat perlindungan hukum bagi jurnalis sekaligus mengingatkan semua pihak bahwa kebebasan pers adalah salah satu fondasi utama demokrasi.
Fran Klin menutup pernyataannya dengan menyerukan agar kasus ini ditangani sesuai hukum yang berlaku, sekaligus menjadi pelajaran agar pejabat publik lebih bijak dalam menyikapi kerja jurnalistik. “Pers adalah mitra strategis dalam membangun bangsa. Jangan jadikan wartawan sebagai musuh, karena wartawan sejatinya bekerja untuk kepentingan masyarakat,” pungkasnya.
(Humas DPP KWIP)