Lampung Utara, (Sumateranewstv. Com) – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kotabumi menyoroti terungkapnya kasus love scam yang dilakukan oleh narapidana dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kotabumi. Kasus ini diungkap jajaran Polda Lampung dan menyeret tiga orang warga binaan sebagai terduga pelaku.
Yang menjadi sorotan, hanya hitungan jam setelah pengungkapan kasus tersebut, dua pejabat utama Lapas Kotabumi justru mendapatkan promosi jabatan di Lapas lain. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan publik, termasuk HMI, yang kemudian menduga adanya pola disfungsi sistemik dalam tubuh institusi pemasyarakatan.
Sorotan HMI dan Kritik terhadap Sistem
Wakil Sekretaris Umum Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Kepemudaan HMI Cabang Kotabumi, Yudi Rahman, menilai peristiwa ini tidak bisa dianggap sebagai insiden semata. Menurutnya, keberadaan sistem pengawasan yang ketat di dalam Lapas seharusnya membuat praktik kejahatan berbasis teknologi informasi mustahil dilakukan tanpa adanya kelalaian atau bahkan keterlibatan pihak internal.
“Di Lapas, sistem keamanan sangat ketat. Kalau praktik kejahatan berbasis teknologi informasi masih bisa terjadi, tentu ada kelemahan serius dalam pengawasan, bahkan tidak menutup kemungkinan ada oknum yang justru membina bisnis haram tersebut,” ujarnya.
Pernyataan Yudi ini menegaskan bahwa kasus love scam bukan sekadar persoalan kriminalitas yang dilakukan napi, melainkan sebuah indikasi adanya kelonggaran kontrol, bahkan potensi kongkalikong antara oknum aparat dengan pelaku.
Dugaan Disfungsi Sistemik
Menurut HMI, peristiwa ini mencerminkan adanya disfungsi sistemik dalam tata kelola pemasyarakatan. Jika benar ada pembiaran, maka hal itu mengindikasikan kejahatan terorganisir yang justru berlangsung dari balik jeruji besi. Situasi ini menambah deretan panjang kasus-kasus pelanggaran di lembaga pemasyarakatan yang sebelumnya juga kerap mencuat, mulai dari peredaran narkoba, pungutan liar, hingga praktik suap terkait fasilitas khusus bagi narapidana tertentu.
Kasus love scam dari dalam Lapas Kotabumi semakin menegaskan adanya celah serius yang bisa dimanfaatkan narapidana untuk melancarkan aksi kriminalnya. Kondisi ini, bila dibiarkan, akan memperburuk citra lembaga pemasyarakatan dan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.
Empat Rekomendasi HMI untuk Ditjenpas
Sebagai bentuk sikap moral, HMI Cabang Kotabumi menyampaikan empat poin rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM. Rekomendasi tersebut tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menyentuh aspek moralitas dan transparansi birokrasi.
- Audit investigatif menyeluruh terhadap seluruh jajaran petugas Lapas Kelas IIA Kotabumi, untuk mengungkap potensi keterlibatan maupun pembiaran.
- Sanksi tegas secara administratif, etik, maupun hukum terhadap petugas yang terbukti lalai atau terlibat, bukan sekadar rotasi jabatan.
- Publikasi terbuka atas hasil investigasi dan tindakan korektif, demi memulihkan kepercayaan publik.
- Audit harta kekayaan pejabat Lapas, baik yang masih bertugas maupun yang baru saja dipindahkan, guna memastikan tidak ada akumulasi kekayaan yang mencurigakan.
Empat rekomendasi ini dianggap penting untuk mencegah kasus serupa terulang, sekaligus menjadi langkah awal pembenahan menyeluruh di tubuh pemasyarakatan.
Ancaman Terhadap Kepercayaan Publik
HMI menilai kasus ini telah merugikan masyarakat, baik secara material maupun moral. Fenomena narapidana yang masih bisa menjalankan kejahatan daring dari dalam Lapas berpotensi menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap institusi yang seharusnya menjadi tempat pembinaan.
“Jika tidak ada langkah tegas, kita berhadapan dengan risiko normalisasi praktik kejahatan terstruktur dalam institusi negara. Ini ancaman serius bagi demokrasi, penegakan hukum, dan keadilan sosial,” tegas Yudi.
Jika langkah korektif tidak segera dilakukan, kepercayaan publik bisa terkikis, dan legitimasi pemerintah dalam menegakkan hukum pun dipertanyakan. Kondisi ini akan berimbas pada efektivitas lembaga negara lain yang ikut terdampak oleh rusaknya citra penegakan hukum.
Langkah Lanjutan HMI
Sebagai bentuk keseriusan, HMI Cabang Kotabumi juga berencana menyurati Presiden Prabowo Subianto jika pemerintah tidak merespons persoalan ini secara serius. HMI menilai, keterlibatan Presiden sebagai pimpinan tertinggi negara sangat diperlukan untuk memberikan arahan langsung kepada Kementerian Hukum dan HAM serta aparat penegak hukum terkait.
HMI juga menyatakan siap membangun konsolidasi dengan organisasi masyarakat sipil lain, termasuk akademisi, tokoh agama, dan praktisi hukum, untuk bersama-sama menekan pemerintah agar melakukan reformasi di bidang pemasyarakatan. Menurut mereka, masalah ini sudah masuk kategori darurat karena menyangkut integritas negara.
Informasi Tambahan: Rotasi Jabatan yang Mencurigakan
Diketahui, Lapas Kelas IIA Kotabumi sebelumnya dipimpin oleh Sudirman Jaya selaku Kepala Lapas, dan Beni Umayah sebagai Pejabat Kepala Pengamanan Lapas. Keduanya kini dipromosikan ke Lapas lain di luar Kabupaten Lampung Utara, tak lama setelah kasus ini mencuat. Fakta ini semakin memperkuat kecurigaan publik bahwa mutasi jabatan tersebut bukanlah hal yang wajar.
Publik menilai langkah mutasi atau promosi tersebut justru berpotensi menjadi cara untuk menghindarkan pejabat terkait dari proses investigasi mendalam. Dalam perspektif HMI, tindakan tersebut bisa mengurangi kepercayaan masyarakat dan menimbulkan dugaan bahwa institusi pemasyarakatan berusaha menutup-nutupi permasalahan.
Kasus Love Scam di Balik Jeruji
Love scam merupakan modus penipuan dengan memanfaatkan hubungan emosional secara daring. Dalam kasus Lapas Kotabumi, para pelaku disebut-sebut berhasil menipu korban dengan dalih hubungan asmara, hingga menyebabkan kerugian finansial cukup besar. Fakta bahwa praktik ini bisa dijalankan dari balik jeruji besi semakin membuat publik geram.
Kasus ini juga menunjukkan bahwa keberadaan telepon seluler, akses internet, dan jaringan perbankan bisa digunakan oleh narapidana meskipun seharusnya tidak memiliki akses ke fasilitas tersebut. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: bagaimana alat komunikasi modern bisa masuk dan digunakan secara bebas di dalam Lapas?
Tuntutan Reformasi Pemasyarakatan
Kasus ini menegaskan pentingnya reformasi pemasyarakatan secara menyeluruh. Tidak hanya menyangkut aspek teknis pengamanan, tetapi juga menyentuh dimensi moral, etika, dan akuntabilitas birokrasi. Tanpa pembenahan yang serius, lembaga pemasyarakatan dikhawatirkan akan terus menjadi sarang kejahatan baru alih-alih tempat pembinaan.
Pakar hukum juga menyatakan bahwa kasus Kotabumi harus dijadikan momentum untuk memperketat pengawasan berbasis teknologi, misalnya dengan memperkuat digital monitoring, penggunaan sistem pemblokiran sinyal ponsel, hingga audit periodik terhadap gaya hidup petugas Lapas.
Publik berharap agar rekomendasi HMI tidak sekadar menjadi wacana, tetapi benar-benar ditindaklanjuti oleh Ditjenpas dan Kementerian Hukum dan HAM. Jika tidak, dikhawatirkan kasus serupa akan kembali terjadi dengan modus berbeda namun pola yang sama.
(Ledy– Tim KWIP)
Redaksi Sumateranewstv. Com.