DAK Sanitasi 2025 di Lampung Utara Belum Tersalur Ke KSM, Bupati Diminta Jangan Diam Saja

Diduga Rebutan Pengadaan, Berdampak KSM di Lampura Belum Terima Anggaran Program DAK Sanitasi 2025

Lampung Utara – Program Dana Alokasi Khusus (DAK) Infrastruktur Bidang Sanitasi tahun anggaran 2025 di Kabupaten Lampung Utara, hingga kini belum juga terlaksana. Jumat (19/09/2025), kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat, khususnya para Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang seharusnya menjadi penerima manfaat.

Belum terlaksananya program ini diduga lantaran adanya mekanisme saling klaim antara pihak KSM, yang di belakangnya diduga ada intervensi kepala desa masing-masing, dan pihak Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Lampung Utara. Dugaan saling klaim inilah yang menyebabkan keterlambatan realisasi penyaluran anggaran, padahal anggaran yang bersumber dari DAK APBN sudah ditransfer ke rekening Perbendaharaan Daerah Kabupaten Lampung Utara. Namun, ironisnya, hingga kini dana tersebut terhenti di sana tanpa ada kejelasan tindak lanjut.

Masalah Pergantian Jabatan dan Dampaknya

Sebelumnya, program DAK Sanitasi ini berada di bawah kendali Dinas Perkim Lampung Utara dengan Erwin Syahputra sebagai Kepala Dinas sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sementara itu, posisi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dipegang oleh Dirgantara, yang saat itu menjabat Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum.

Namun, setelah terjadi roling jabatan di lingkungan Pemkab Lampung Utara, Erwin Syahputra dipindahkan menjadi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Akibatnya, posisi PPK diserahkan kepada Dirgantara, sedangkan jabatan PPTK kemudian dipercayakan kepada Johansyah, Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Perumahan dan Pemukiman. Pergantian pejabat ini rupanya menjadi salah satu faktor yang memperumit mekanisme penyaluran anggaran DAK Sanitasi 2025.

Hambatan Teknis: Dua Rekening Tujuan

Menurut Iskandar Helmi, Kepala Bidang Perbendaharaan, alasan utama belum disalurkannya dana tersebut adalah adanya dua rekening tujuan pencairan. Hal itu membuat pihaknya memilih untuk menahan pencairan demi menghindari potensi pelanggaran mekanisme keuangan negara. "Kami sebenarnya hanya menunggu rekomendasi dari Perkim. Anggarannya sudah masuk ke Kabupaten, tapi karena ada dua rekening, maka kami tidak berani mengambil risiko," jelas Iskandar.

Pernyataan Iskandar ini seakan menegaskan bahwa hambatan ada di pihak Dinas Perkim. Namun, di sisi lain, Johansyah selaku PPTK justru menyalahkan pihak Perbendaharaan Daerah yang dinilainya sebagai penyebab keterlambatan. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksinkronan antarinstansi yang memperlihatkan sikap saling lempar tanggung jawab.

Pernyataan Johansyah: Anggaran Masuk APBD Perubahan

Johansyah menyebutkan bahwa dana DAK Sanitasi 2025 akhirnya dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan. Oleh karena itu, proses realisasi harus menunggu pembahasan dan pengesahan APBD Perubahan Kabupaten Lampung Utara. "Teknisnya ada di Perbendaharaan. Kami sudah ajukan ke pusat, dan setelah pusat mentransfer, artinya rencana kerja sudah berjalan. Tapi karena teknis di kabupaten ada kendala dua rekening, maka harus menunggu APBD Perubahan," jelasnya.

Johansyah menambahkan, meskipun anggaran ini berasal dari DAK (APBN), karena masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Perkim, maka secara administratif harus tetap menunggu mekanisme APBD Perubahan. Situasi ini menunjukkan lemahnya koordinasi antara dinas teknis dengan perbendaharaan daerah dalam mengelola anggaran yang seharusnya segera dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

Kontroversi Instruksi Kepada KSM

Persoalan semakin memanas ketika mencuat isu adanya instruksi dari Dirgantara kepada para KSM dan kepala desa terkait pengadaan material program sanitasi. Diberitakan sebelumnya, Suhaili, Kepala Desa Taman Jaya, mendampingi KSM-nya menghadiri pertemuan yang digelar di sebuah rumah makan. Dalam pertemuan tersebut, para KSM dan kades diminta untuk membuat pernyataan tidak mampu menyediakan material pabrikan. Namun, belakangan instruksi itu ditolak karena dinilai tidak sesuai dengan semangat pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan program berbasis swadaya.

Instruksi ini semakin memperkuat dugaan adanya tarik-menarik kepentingan dalam pengelolaan DAK Sanitasi, khususnya terkait siapa yang berhak menyediakan material proyek. Hal ini jelas menimbulkan keresahan di tingkat desa, karena KSM yang seharusnya menjadi pelaksana justru terhambat oleh regulasi dan kepentingan birokratis.

DPRD dan Aparat Penegak Hukum Diminta Turun Tangan

Kondisi ini membuat publik semakin menaruh perhatian pada program DAK Sanitasi 2025 di Lampung Utara. Banyak pihak menilai Bupati Lampung Utara tidak boleh berdiam diri menghadapi persoalan ini, karena dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat di desa-desa. DPRD Lampung Utara didesak untuk segera melakukan pengawasan dan memanggil pihak-pihak terkait untuk memberikan penjelasan.

Selain itu, Aparat Penegak Hukum (APH) juga diminta turut mengawasi jalannya program ini agar tidak terjadi potensi tindak pidana korupsi. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden RI Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya pencegahan korupsi dalam setiap program pemerintah, termasuk program sanitasi yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat banyak.

Dampak ke Masyarakat

Keterlambatan realisasi DAK Sanitasi 2025 membawa dampak nyata bagi masyarakat. Banyak desa yang seharusnya sudah memulai pembangunan sarana sanitasi kini harus menunda karena anggaran tidak kunjung turun. Akibatnya, kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat menjadi taruhannya. Tanpa sanitasi yang memadai, risiko penyebaran penyakit berbasis lingkungan semakin besar.

Program DAK Sanitasi sejatinya bertujuan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi layak, mengurangi praktik buang air besar sembarangan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, di Lampung Utara, tujuan mulia ini justru terhambat oleh masalah teknis dan tarik-menarik kepentingan.

Kesimpulan

Kisruh penyaluran DAK Sanitasi 2025 di Lampung Utara menjadi potret buram birokrasi daerah yang tidak mampu mengelola program pemerintah pusat secara efektif. Saling lempar tanggung jawab antara Perkim dan Perbendaharaan Daerah menunjukkan lemahnya koordinasi antarinstansi. Bupati Lampung Utara diminta segera turun tangan menyelesaikan persoalan ini agar masyarakat tidak terus dirugikan.

Ke depan, pengawasan dari DPRD dan Aparat Penegak Hukum sangat dibutuhkan agar program sanitasi benar-benar terlaksana sesuai tujuan. Masyarakat berhak mendapatkan fasilitas sanitasi layak tanpa harus terhambat oleh birokrasi yang berbelit-belit dan tarik-menarik kepentingan di kalangan pejabat daerah.

(Tim KWIP)